“Ulama mengurusi umat, bukan umat mengurusi ulama, apalagi menjadi urusan umat!” Kalimat ini diucapkan oleh Ketua Komisi Fatwa MUI Pusat, KH. Ma`ruf Amin, di acara Silaturahmi Pengurus MUI DKI Jakarta masa khidmat 2013-2018 pada hari Kamis, 14 November 2014 di Balai Agung, Balaikota DKI Jakarta. Kalimat tersebut yangmembuat hadirin tersenyum bahkan ada yang tertawa kecil, termasuk Gubernur DKI Jakarta, Jokowi, yang turut hadir tentu memiliki konteks.Konteks tersebut terkait dengan persoalan internal organisasi MUI DKI Jakarta yang membuat roda organisasi tidak berjalan sebagaimana mestinya.Maka untuk menyegarakan kepengurusan,MUI Pusat mengganti kepengurusan MUI DKI Jakarta yang lamadengan yang baru melalui mekanisme musyawarah daerah. Kepemimpinan MUI DKI Jakarta pun telah berganti dari duet KH. Munzir Tamam, MA dan Dr. KH. Samsul Ma`arif beralih ke kepada KH. A. Syarifuddin Abdul Ghani, MA dan KH. Zulfa Mustofa MY, selaku Ketua Umum dan Sekretaris Umum MUI Provinsi DKI Jakarta yang baru.
Terpilihnya KH. A. Syarifuddin Abdul Ghani, MA dan KH. Zulfa Mustofa MY oleh para peserta musda tentu mempunyai alasan yang kuat.KH. A. Syarifuddin Abdul Ghani, MA adalah salah seorang ulama Betawi yang terkemuka dan dituakan sekarang ini. Pada kepengurusan MUI Provinsi DKI Jakarta yang lama, ia menjabat sebagai Ketua Komisi Fatwa. Ia lahir di Kampung Basmol, Kembangan Utara, Jakarta Barat pada tanggal 1 Juli 1957 dari pasangan KH. Abdul Ghani bin M. Zein bin Muqri bin Sama`undan Ny. Alijah. Pendidikan formalnya mulai ditempuh saat ia berusia enam tahun dengan memasuki Sekolah Rakyat (SR) lulus tahun 1969, kemudian SLTP lulus tahun 1972, SMEP lulus tahun 1975, kemudian Madrasah Aliyah Annida, Bekasi lulus tahun 1978. Ia kemudian meneruskan kuliah S1 ke Islamic University Medina, Madinah, Arab Saudi Jurusan as-Sunah (Hadits) dan lulus tahun 1982 dan kemudian melanjutkan S2 di universitas dan jurusan yang sama dan lulus tahun 1985. Pada tahun 1986, ia kembali ke Indonesia. Pekerjaan pertama yang ia lakukan setibanya di Indonesia adalah mengajar di Madrasah Tsanawiyah dan Madrasah Aliyah Al-Hidayah, kampung Basmol serta mendidik para santri Pondok Pesantren Al-Hidayah, kampung Basmol. Ia kemudian aktif di berbagai organisasi dan lembaga pendidikan Islam. Pada tahun 1990, ia menikah dengan Nurhasanah binti Sarwo Wahdi dan dikaruniai lima oran anak, tiga laki-laki dan dua perempuan.
Seperti ulama Betawi lainnya, ia juga mengajar kitab di beberapa majelis taklim dan halaqah yang tersebar di berbagai tempat di Jakarta dan Tangerang, Banten. Kitab yang diajarkan adalah Shohih Bukhari, Sunan Abu Daud, Sunan Turmudzi, Fathul Mu`in, Tafsir Ibnu Katsir, Subulus Salam, Riyadhus Sholihin, Kifayatul Akhyar, Tafsir Jalalain, Al-Muwatha , Irsyadul `Ibad, dan lain-lain,. Selain mengajar kitab, ia juga turut dalam penulisan kitab yang berjudul Al-Badru Munir fi Takhriji Ahadits Syarhil Kabir. Ia tidak menulis kitab ini sendiriankarenakitab ini terdiri atas 28 juz yang setiap juznya ditulis oleh satu orang dan ia menulis untuk juz keempat yang berjumlah 458 halaman.. Kitab ini merupakan kenang-kenangan darijurusan mahasiswa S2 Islamic University Medina angkatan 1982 yang menjelaskan tentang hadits shohih yang berhubungan persoalan thaharah atau bersuci dari madzhab Syafi`i. Kitab ini telah diterbitkan oleh percetakan Daarul Ashima, Riyadh, Arab Saudi pada tahun 2009.
Sedangkan KH. Zulfa Mustofa MY adalah ulama yang mewakili generasi muda. Ia lahir di Jakarta pada tanggal 7 Agustus 1977 dari pasangan KH. Muqorrobin Yusuf dan Latifah Ma`mun. Nama MY yangia lekatkan di namanya merupakan singkatan dari nama bapaknya. Walaupun masih berusia muda, karena penguasaannya terhadap kitab kuning dan ilmu-ilmu keislaman, ia diamanatkan oleh PB NU untuk menduduki posisi Ketua LBM (Lembaga Bahtsul Masail) NU tingkat pusat. Namun, umat Islamkhususnya di Jakarta Utara lebih mengenalnya sebagai Ketua MUI Jakarta Utara yang namanya mencuat ketika kasus Mbah Priok pada tahun 2010 yang lalu.Pendidikan formalnya ia mulai di Jakarta hingga kelas tiga SD di SD Al-Jihad, Tanjung Priok, Jakarta Utara. Ketika naik kelas empat SD, ia melanjutkan sekolah ke Pekalongan sampai tamat. Ia kemudian meneruskan pendidikan tsanawiyah ke Madrasah Tsanawiyah Salafiyah Simbangkulon. Saat naik ke kelas 2 tsanawiyah, ia pindah ke Kajen, Margoyoso, Pati, Jawa Tengah. Ada dua orang gurunya yang sangat berwibawa dan berkesan untuknya selama nyantri di Kajen, yaituKH. M. A. Sahal Mahfudh (Ketua Umum MUI Pusat sekarang) dan KH. Rifa`i Nasuha yang merupakan guru dari Kyai Sahal. Pada tahun 1996, setelah ia selesai menyelesaikan pendidikan madrasah aliyahnya, pada bulan Ramadhan,ia kembali ke Jakarta. Namun, keinginannya untuk kuliah ke Timur Tengah, ke Al-Azhar atau ke Makkah, tidak bisa ia wujudkan karena ayahnya wafat tepat pada malam Idul Fitri. Sepeninggal ayahnya, ia kemudian menggantikan posisi ayahnya untuk mengajar di majelis-majelis taklim yang diasuh ayahnya semasa hidup, sekitar lima majelis taklim, walau ketika itu usianya masih sangat muda, 19 tahun. Ia sendiri mempunyai majelis taklim yang ia namakan Darul Musthofa. Pada tahun 2000. ia menikah dengan Hulwatin Syafi`ah dan dikaruniai beberapa orang anak.
Akhir kalam, Keluara Besar Jakarta Islamic Centre (JIC) mengucapkan selamat kepada kepengurusan MUI Provinsi DKI Jakarta yang baru, masa khidmat 2013-2018.Semoga kepengurusan yang baru ini,bersama-sama Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, dapat mewujudkanJakarta baru, Jakarta yang religius. Juga dihimbau kepada semua pihak untuk dapat menerima kepengurusan MUI DKI Jakarta yang baru inidan mampu menjalin kerjasama yang erat untuk menyukseskan program-program dan kegiatan-kegiatannya. Semoga Allah meridhoi. Amin.***
Oleh : H. Rakhmad Z. Kiki, S.Ag, MM
Kepala Bidang Pengkajian dan Pendidikan JIC