MAULID NABI MUHAMMAD SAW DI BETAWI

0
749

Tidak ada data yang pasti mengenai kapan dan dimana pertama kalinya peringatan Maulid nabi Muhammad saw. diselenggarakan oleh masyarakat Betawi. Bahkan penyebutan kata maulid di Betawi juga masih menjadi persoalan, apakah  maulid atau maulud? Karena Mufti Betawi, Habib Usman Bin Yahya, lebih memilih kata maulud daripada maulid.

Yang jelas, peringatan maulid nabi di Betawi sudah ada sejak dakwah Islam masuk ke tanah Betawi yang dibawa oleh para penerus dakwah Wali Songo sebagai rangkaian islamisasi di tanah Jawa. Maulid nabi bagi masyarakat Betawi penting untuk diperingati karena dianggap merupakan sebuah ibadah sebagaimana peringatan Hari Raya Idul Fithri dan Hari Raya Idul Adha. Bagi masyarakat Betawi untuk memperingati maulid nabi tidak harus pada bulan Rabi`ul Awal dimana merupakan bulan kelahiran Nabi Muhammad saw. Maulid nabi bisa diadakan hampir setiap bulan, bahkan kapan saja, anytime, tergantung acaranya. Bisa di acara gunting rambut, acara sebelum akad nikah, acara selamatan pindah rumah, acara ‘malam mangkat’, acara sunatan, dan lain-lain.

Sebagai sebuah produk kebudayaan, maulid nabi diperingati dengan berbagai macam prosesi yang satu daerah dengan daerah lainnya memiliki perbedaan, bahkan di masyarakat Betawi sendiri. Walaupun kegiatan intinya sama, yaitu pembacaan kisah maulid nabi berupa puisi panjang yang digubah oleh para ulama besar yang juga ahli syair, yang di Betawi disebut dengan rawi, dan umumnya berasal dari kitab Syaraf al-Anam karya Syaikh al-Barzanji yang dikenal dengan Rawi al-Barzanji dan kitab Ad-Diba`i  karya al-Imam Abdurrahman bin Ali ad-Diba’i asy-Syaibani az-Zubaidi yang dikenal dengan Rawi ad-Diba`i walaupun ada pula yang berasal dari kitab Maulid Azabi, karya Syaikh Muhammad al-Azabi.

Pada bulan Desember 2005, Jakarta Islamic Centre (JIC)  pernah mengadakan Workshop Maulid nabi Khas Betawi yang mengemukakan perbedaan prosesi peringatan Maulid nabi Khas Betawi dari beberapa wilayah, yaitu dari masyarakat Betawi wilayah Sunter, Jakarta Utara; masyarakat Betawi wilayah Cempaka Putih, Jakarta Pusat; masyarakat Betawi wilayah Buncit, Jakarta Selatan ( termasuk Mampang, Tegal Parang, dan sekitarnya);  masyarakat Betawi Kebon Nanas, Jakarta Timur; dan masyarakat Betawi Rawa Belong, Jakarta Barat (termasuk Kampung Baru, Cidodol, Kebon Nanas/ Kebayoran Lama).

Prosesi Maulid nabi masyarakat Betawi wilayah Sunter, Jakarta Utara adalah hanya membacakan kitab Syaraf al-Anam. Prosesi Maulid nabi masyarakat Betawi Cempaka Putih, Jakarta Pusat terdiri atas dua tahap, yaitu: pertama,  membacakan kitab Syaraf al-Anam saat sampai ke narasi asyrakal diadakan penyemprotan minyak wangi; dan kedua, makan nasi uduk dan lauk pauknya bersama-sama.

Prosesi Maulid nabi masyarakat Betawi wilayah Buncit, Jakarta Selatan (termasuk Mampang, Tegal Parang, dan sekitarnya) terdiri atas dua tahap, yaitu: pertama, membacakan kitab Maulid  Azabi (Rawi Azabi);  dan  kedua, penutup doa rawi. Prosesi Maulid nabi Masyarakat Betawi Kebon Nanas, Jakarta Timur terdiri atas tiga tahap, yaitu: pertama, membacakan kitab Syaraf al-Anam;  kedua, do`a; dan ketiga, makan nasi kebuli.

Khusus di Betawi Rawa Belong (termasuk  Kampung Baru, Cidodol, Kebon Nanas / Kebayoran Lama), biasanya Maulid lebih banyak  ditemui pada acara ‘malam mangkat’ atau acara sebelum akad nikah. Dengan ciri khas  menabuh rebana ketimpring etika pembacaan asyrakal. Bacaan yang dibaca adalah  kitab Syaraf al-Anam yang kadang dibaca secara bergantian. Di tengah-tengah peserta dan pembaca Maulid sudah disiapkan: kembang, air putih satu gelas, stanggi sebagai pengaharum ruangan, dan minyak wangi (Hajar Aswad)  yang ketika sampai kepada pembacaan asyrakal akan dicolekkan ke tangan yang hadir. Pada kesempatan lain, ketika sampai kepada pembacaan asyrakal dinyalakan petasan. Setelah itu dilakukan pembacaan doa penutup. Disusul kemudian dengan acara menyantap hidangan khas, yaitu kue pepe, air teh dan kopi. Nasi putih satu nampan berisi semur daging, buncis, kacang, kentang yang diberi cabe dan srondeng. Biasanya satu nampan dihidangkan untuk empat orang. Menu ini lebih dikenal dengan nama nasi berkat  dengan alat pembungkusnya daun jati. Konon istilah berkat artinya yang ngembrek atau diangkat.

Selain prosesi yang ditampilkan pada workshop di JIC tersebut, ada lagi prosesi Maulid nabi khas Betawi Condet, Jakarta Timur yang memiliki keunikan tersendiri. Peringatan maulid yang dilakukan oleh masyarakat Betawi Condet  intinya terdiri atas tiga tahapan prosesi Yaitu: pertama, proses penyambutan guru atau kyai. ketika sang kyai datang, para pemuda Betawi dengan dipimpin tokoh masyarakat, menyambutnya dengan alunan musik rebana, kemudian diantarkan masuk ke rumah singgah yang telah disiapkan. Setelah sang kyai cukup istrirahat, musik rebana kembali dipukul bersaut- sautan sebagai pertanda bahwa kyai itu telah siap menuju ke masjid tempat dilangsungkannya peringatan Maulid.  Jalan yang ditempuh iring-iringan obor dan musik rebana itu kira-kira 500 meter. Sepanjang jalan yang dilalui, masyarakat menyaksikannya sambil memberi penghormatan kepada sang kyai. Menjelang sampai di halaman masjid, masyarakat menyambutnya dengan atraksi pencak silat. Pawai obor ini bermaksud sebagai simbol usaha memerangi kegelapan. Karena saat awal datangnya Islam banyak hambatan yang ditemui para kyai waktu itu. Antara lain kejahatan dan keterbelakangan. Sedangkan pencak silat yang dipertontonkan dalam penyambutan ini, dimaksudkan sebagai salam penghargaan kepada orang yang dihormati.;  kedua, pembacaan Rawi Barzanji dan ceramah agama;  dan ketiga, makan nasi kebuli bersama.

Selain itu, di Betawi, pembacaan riwayat Nabi Muhammad saw. diringi dengan Rebana Maulid. Tidak seluruh bacaan diiringi rebana. Hanya bagian tertentu dari Rawi al-Barzanji, seperti : Assalamualaika, Bisyahri, Tanaqqaltu, Wulidalhabibu, Shalla ‘Alaika, Badat Lana, dan Asyrakal.  Pada saat bagian Asyrakal pukulan rebana dilakukan lebih semangat karena semua hadirin berdiri. Pukulan Rebana Maulid berbeda dengan pukulan rebana khas Betawi lainnya. Nama-nama pukulan Rebana  Maulid disebut : pukulan jati, pincang sat, pincang olir, dan pincang harkat. Dahulu ada seniman Rebana Maulid yang gaya pukulannya khas. Seniman ini bernama Sa’dan, tinggal di Kebon Manggis, Matraman. Sa’dan memperoleh inspirasi pukulan rebana dari gemuruh air hujan. Gayanya disebut Gaya Sa’dan. Menurut Ridwan Saidi, rebana tidak lazim dimainkan bila peringatan Maulid nabi diadakan di masjid atau di langgar melainkan  dimainkan ketika peringatan Maulid nabi diadakan di rumah setelah  syair rawi selesai dibacakan; dan JIC mengundang ummat Islam untuk menghadiri Peringatan Maulid Nabi Khas Betawi yang diselenggarkan pada bulan Maulid berupa pembacaan Rawi Al-Barjanji dari Lembaga Kebudayaan Betawi (LKB) untuk memetik hikmah yang lebih mendalam dari kelahiran sosok manusia paripurna, teladan yang sempurna, Muhammad saw. [H. Rakhmad Z. Kiki, S.Ag, MM]

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

three × 5 =