JIC– Wakil Rais Aam Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Afifuddin Muhajir menanggapi praktik haji ilegal, yaitu praktik haji yang tidak memiliki izin resmi dari Kerajaan Arab Saudi (KSA) atau visa haji yang dilakukan oleh segelintir orang dengan mencuri-curi.
Kiai Afif menyatakan bahwa ibadah haji yang dilaksanakan sesuatu dengan ketentuan syariat tentu sah dan menggugurkan kewajibannya. Hanya saja jamaah yang melaksanakan haji tanpa melalui prosedur formal yang ditetapkan baik Pemerintah Indonesia maupun KSA mengandung cacat.
“Apakah sah ibadah haji tanpa visa haji? Jawabannya, sah secara syariat tapi cacat dan yang bersangkutan berdosa,” kata Kiai Afif seperti dikutip NU Online, Rabu (29/5/2024).
Kiai Afif menjelaskan bahwa visa haji atau prosedur formal yang ditetapkan Pemerintah RI dan KSA bukan bagian dari syarat dan rukun manasik haji yang harus dipenuhi secara syariat. Visa haji atau prosedur formal merupakan faktor eksternal manasik haji sehingga tidak berpengaruh pada sah dan batalnya ibadah haji.
Oleh karena itu, haji ilegal yang dilakukan oleh seorang jamaah secara mencuri-curi tetap sah menurut syariat sejauh syarat dan rukun manasik haji terpenuhi dalam pelaksanaan ibadah hajinya.
“Haji (ilegal tanpa prosedur formal)-nya tetap sah karena visa haji bukan bagian dari syarat-syarat haji dan rukun-rukun haji. Sedangkan larangan agama yang berwujud dalam larangan pemerintah Saudi bersifat eksternal, raji’ ila amrin kharijin,” kata Kiai Afif.
KH Afifuddin Muhajir juga menanggapai kebijakan Kerajaan Arab Saudi (KSA) terkait keharusan visa haji bagi mereka yang ingin melaksanakan ibadah haji di Tanah Suci.
Beliau mengatakan, kebijakan KSA merupakan titik temu antara animo Muslim untuk berhaji dan keterbatasan ruang atau area manasik haji. Kebijakan KSA diambil berdasarkan pertimbangan dan kemaslahatan bagi keselamatan dan kenyamanan pelaksanaan ibadah haji.
Kiai Afif mengatakan, kebijakan KSA mesti dilatarbelakangi oleh kenyataan bahwa tempat-tempat pelaksanaan manasik haji terlalu sempit dibandingkan dengan jumlah umat Islam yang berminat melaksanakan ibadah haji.
“Sekiranya pembatasan itu tidak dilakukan akan terjadi crowded dan keruwetan luar biasa yang potensial mengganggu keamanan dan perlindungan terhadap jiwa dan harta jamaah haji itu sendiri,” katanya.
Kiai Afif mengajak semua umat Islam terutama jamaah asal Indonesia untuk menaati kebijakan KSA terkait keharusan visa haji yang berlaku di musim haji. Kebijakan KSA dapat dibenarkan secara syariat (syar’an) dan akal sehat (aqlan).