Mantan Kabareskrim Komjen Pol Susno Duadji angkat bicara soal bahaya laten gerakan Negara Islam Indonesia (NII). Sebagai mantan Kapolda Jawa Barat, Susno pernah menangkap pelaku NII dan membongkar jaringannya. “Sewaktu saya menjabat Kapolda Jawa Barat pernah menangkap para pelaku kriminal dengan kedok ‘Negara Islam Indonesia’. Saya katakan pelaku kriminal karena mereka memang melakukan tindak pidana, yaitu melakukan pidana makar terhadap NKRI, dan pidana penipuan dan pemerasaan terhadap anggota yang direkrut dengan cara wajib setor untuk organisasi,” ujar Susno, Selasa (26/4/2011).
JAKARTA (Berita SuaraMedia) – Mantan Kabareskrim Komjen Pol Susno Duadji angkat bicara soal bahaya laten gerakan Negara Islam Indonesia (NII). Sebagai mantan Kapolda Jawa Barat, Susno pernah menangkap pelaku NII dan membongkar jaringannya.
<< (Bendera NII)
“Sewaktu saya menjabat Kapolda Jawa Barat pernah menangkap para pelaku kriminal dengan kedok ‘Negara Islam Indonesia’. Saya katakan pelaku kriminal karena mereka memang melakukan tindak pidana, yaitu melakukan pidana makar terhadap NKRI, dan pidana penipuan dan pemerasaan terhadap anggota yang direkrut dengan cara wajib setor untuk organisasi,” ujar Susno, Selasa (26/4/2011).
Susno mengatakan, seorang anggota NII direkrut kemudian didoktrin agar taat dan patuh kepada Imamnya. Bahkan ketaatan seorang anggota NII dimanfaatkan untuk keuntungan pribadi sang Imam.
“Anggota yang direkrut didoktrin sedemikian rupa sehingga sangat patuh dan taat dengan perintah dari ‘pejabat NII’ termasuk kewajiban untuk setor dana, bahkan sampai orang tua mereka pun dilupakan dan tidak ditaati,” ungkap jenderal bintang tiga ini.
Susno menjelaskan, NII memiliki garis koordinasi yang mirip negara. Struktur organisasi NII tak jauh berbeda dengan struktur organisasi pemerintah.
“Mulai dari kepala desa sampai level kepala negara, ada juga menteri, dan pejabat lainnya,” cerita Susno.
Susno yang divonis 3 tahun 6 bulan terkait kasus dugaan suap PT Salmah Arowana Lestari (SAL) dan dugaan korupsi pengamanan Pilkada Jawa Barat ini mengimbau agar kasus NII tidak dianggap sebelah mata. “Dulu saya menangani kasus NII ini bekerjasama dengan tokoh agama, MUI Jabar, dan tokoh masyarakat. Para petinggi selevel Gubernur dan wakil Gubernur (NII) sudah divonis dan dijatuhi hukuman penjara, sedangkan para korban yang sadar dikembalikan ke keluarga masing-masing,” imbuhnya.
Sebelumnya, Negara Islam Indonesia (NII) kini jadi sorotan akibat kasus pencucian otak atau doktrinisasi yang diduga dilakukan kelompok itu.
Mantan pengikut NII sekaligus pendiri situs NII Crisis Centre, Ken Setiawan mengatakan, gencarnya pemberitaan media ikut mempengaruhi organisasi ini. “Dalam beberapa minggu mereka vakum, tidak melakukan perekrutan, tiarap. Kalaupun ada, mereka tak pakai pola hijrah atau penanggalan kewarganegaraan RI. Katakanlah, mereka Siaga I,” kata dia.
Berdasarkan investigasi, Ken menambahkan, sorotan masyarakat juga membuat pundi-pundi uang NII berkurang. “Untuk jaringan kotak amal di ATM atau pom bensin berkurang omzetnya. Masyarakat yang sudah tahu dari media bahkan mencemooh (penghimpun sumbangan). Ini pukulan telak bagi mereka.”
Berkurangnya jumlah dana berakibat NII harus melakukan perubahan besar-besaran dalam strukturnya. “Struktur dipersempit agar pengeluaran pejabat negara berkurang. Misalnya, seseorang yang menduduki jabatan kepala desa, menjadi jemaah biasa,” kata dia. “Pemberitaan media luar biasa, banyak pengikut yang sadar, orang tua yang kehilangan anak mulai melakukan identifikasi.”
Namun, tambah dia, ada juga akibat negatifnya. Misalnya, orang tua melarang anaknya ikut organisasi keagamaan Islami. “Itu negatif, padahal rohis (kerohanian Islam) adalah sesuatu yang baik, gara-gara NII, orang jadi takut pada Islam. Ini pembusukan Islam dari dalam,” tambah Ken.
Dijelaskan Ken, meski diserang banyak pihak, NII tak akan berhenti melakukan perekrutan. Sasaran mereka ke semua golongan: buruh, karyawan, mahasiswa, bahkan artis.
Ken bahkan mengaku pernah merekrut pembantu rumah tangga, sopir, dan satpam sebuah apartemen. Mereka lantas digunakan sebagai alat untuk mendapatkan uang dengan cara ilegal demi NII: mencuri. Pola perekrutan mereka menggunakan persaudaraan, persahabatan, atau kesamaan asal daerah.
Dengan keyakinan yang ditanamkan, bahwa mereka harus berjuang demi berdirinya NII, para pengikut diwajibkan mengumpulkan uang dalam jumlah banyak. Yang ekstrim, tak jarang mereka menipu orang tua dan orang lain, atau bahkan mencuri.
Bukankah menipu dan mencuri itu hukumnya haram? Menurut Ken, bahkan merokok pun dilarang dalam Undang Undang NII. Mereka bahkan punya proses persidangan atau taklim. Namun, “jika sudah bayar denda maka dosa hilang. Misalnya merokok ada dendanya Rp30 ribu. Demikian juga perbuatan dilarang lainnya seperti zina.”
Menurut Ken, legalisasi perbuatan-perbuatan yang sejatinya dilarang adalah modus untuk menipu para jamaah untuk mengeluarkan sejumlah uang. “Semua yang tidak boleh, dihalalkan asal ada uang.”
Namun, tak mudah untuk memperkarakan NII secara hukum. “Kalau dijerat dengan makar, apa buktinya, tak ada KTP, tak ada bendera. Kalau dijerat pasal penipuan, tak ada yang melapor,” kata dia.
Dugaan cuci otak oleh NII mengemuka, salah satunya terkait kasus Lian yang sempat dinyatakan hilang sejak 7 April 2011 lalu. Hingga akhirnya, petugas Kepolisian Sektor (Polsek) Cisarua, Kota Bogor, Jawa Barat, menemukan Lian di Masjid At-Taawun, Puncak, Bogor. Saat ditemukan, Lian dalam kondisi hilang ingatan, serta tidak punya identitas diri. Juga dugaan cuci otak yang dialami sejumlah mahasiswa di Malang, Jawa Timur. (fn/dt/vs/ suaramedia)
Terlarang, NII Telah Lama Dibubarkan?
JAKARTA (Berita SuaraMedia) – Penangkapan otak di balik pelaku bom buku dan bom Serpong atas nama Pepi Fernando yang dikabarkan merupakan jaringan Negara Islam Indonesia (NII), ditepis oleh Pengamat intelejen senior AC Manullang. Kata dia, NII sudah dibubarkan dan tak ada lagi di Indonesia.
“Sudah tidak ada anggota NII karena itu dulu sudah dibubarkan di Indonesia,” ungkapnya, Minggu (24/4/2011) malam
Dia juga menyayangkan beberapa pengamat eks Anggota Jamaah Islamiyah yang mengatakan Pepi berasal dari jaringan NII. Menurut Manullang, inilah yang meresahkan masyarakat.
“Itu kan menurut pengamat bekas Jamaah Islamiyah Pepi ini NII, baru-baru ini, saya melihat suatu tayangan TV swasta ini, dia minta komentar tentang NII sebenarnya TV swasta yang mengedarkan itu sungguh meresahkan masyarakat,” jelas Manullang.
Jika benar Pepi adalaah anggota NII, tentunya pemerintah harus membubarkan NII itu sendiri, pasalnya hal ini bertentangan dengan UU Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), karena membuat negara di dalam negara dan harus ditolak atau dibubarkan.
“Tapi jika memang seperti ini, pemerintah yang sudah mendapatkan laporan ini, dalam hal ini Presiden, perlu bertindak tegas dengan menolak atau membubarkan sekaligus. Karena NII ini sudah melanggar UU NKRI dan mereka mengaku yang disana itu ada negara Islam yang punya pemerintahan sendiri, ini kan berarti negara di dalam negara. Maka ini bagi saya melanggar UU,” lengkapnya.
Pepi Fernando diduga adalah salah satu anggota NII. Pepi sendiri adalah tersangka otak rencana aksi bom di Gereja Christ Cathedral, Serpong sekaligus perakit bom buku yang beberapa waktu meledak di Kantor KBR 68H, Utan Kayu, Jakarta Timur.
Saat penggerebekan di kediaman Pepi, Minggu 24 April siang, di Jalan Seruni II, Nomor 14, Blok CE, RT 08/19 Kelurahan Pejuang, Kecamatan Medan Satria, Bekasi Barat, Jawa Barat, ditemukan barang bukti satu granat nanas dan sebuah campuran adonan bahan peledak diameter tiga sentimeter.
Sebelumnya, Gerakan Negara Islam Indonesia (NII) yang muncul saat ini dianggap mempunyai pola dan sasaran baru, kata peneliti terorisme di Indonesia, Noor Huda Ismail.
“Pola dan sasaran paham NII sekarang berbeda dengan zaman Kartosuwiryo dulu,” kata peneliti yang juga menjabat Direktur Eksekutif Yayasan Prasasti Perdamaian, di Semarang, Minggu.
Ia mengatakan, gerakan NII yang muncul sekarang memiliki pandangan imajiner bahwa mereka menginginkan suatu negara yang memiliki dasar negara dan undang-undang Syariat Islam sehingga dari pemikiran tersebut muncul sikap untuk menghalalkan segala cara.
Munculnya kembali gerakan Negara Islam Indonesia (NNI) diduga sengaja dibuat oleh siluman politik sebagai pengalihan isu dan merusak citra Islam. Hal ini disampaikan Ketua Majelis Pertimbangan Pusat Partai Amanat Nasional Amien Rais usai membuka musda III DPD PAN di Karanganyar, Jawa Tengah.
Menurut Amien, munculnya kembali NII hanya sekadar pengalihan yang sengaja dihembuskan pihak-pihak tertentu seperti layaknya isu terorisme untuk mengalihkan perhatian masyarakat terhadap kasus-kasus besar yang tengah terjadi. Untuk itu, Amien, menghimbau kepada seluruh penggerak NII segera sadar diri.
Mantan Ketua MPR ini menambahkan, gerakan NII hanya akan berakhir tragis seperti gerakan-gerakan serupa di masa lalu semisal DI/ TII dan PRRI-Permesta. Karena secara umum, umat Islam di Indonesia dengan tegas menyatakan sikapnya untuk tetap mempertahankan dan mendukung ideologi Pancasila.
Lebih jauh Amien mengatakan, kemunculan kembali gerakan NII harus disikapi secara jelas. Kemunculan itu benar-benar kelompok ekstrim atau hanya sekadar siluman politik yang sengaja dibuat kelompok tertentu merusak citra Islam dan pengalihan isu. Amien meminta pemerintah bersikap tegas dan tidak melakukan pembiaran. (fn/ok/nx/lp) www.suaramedia.com