MATAHARI DAN BULAN SEBAGAI PENETAPAN WAKTU

0
751
matahari-dan-bulan-sebagai-penetapan-waktu

 هُوَ ٱلَّذِی جَعَلَ ٱلشَّمۡسَ ضِیَاۤءࣰ وَٱلۡقَمَرَ نُورࣰا وَقَدَّرَهُۥ مَنَازِلَ لِتَعۡلَمُوا۟ عَدَدَ ٱلسِّنِینَ وَٱلۡحِسَابَۚ مَا خَلَقَ ٱللَّهُ ذَ ٰ⁠لِكَ إِلَّا بِٱلۡحَقِّۚ یُفَصِّلُ ٱلۡـَٔایَـٰتِ لِقَوۡمࣲ یَعۡلَمُونَ

Dialah yang menjadikan matahari bersinar dan bulan bercahaya, dan Dialah yang menetapkan tempat-tempat orbitnya, agar kamu mengetahui bilangan tahun, dan perhitungan (waktu). Allah tidak menciptakan demikian itu melainkan dengan benar. Dia menjelaskan tanda-tanda (kebesaran-Nya) kepada orang-orang yang mengetahui.
[Surat Yunus: 5]

JIC Allah menginformasikan di antara tanda-tanda kekuasaannya menjadikan cahaya yang memancar dari matahari sebagai sinar dan cahaya bulan sebagai penerang. Matahari di siang hari dan bulan di malam hari. Allah menentukan bulan pada tempat-tempat bagi perjalanan bulan. Bermula kecil lalu cahaya dan bentuknya semakin bertambah hingga sempurna. Kemudian kembali mengecil dalam bentuk sempurna dalam hitungan sebulan

Bulan-bulan yang diakui Islam adalah bulan Qamariyah yang berlandaskan rukyatul hilal, juga tahun yang diakui Islam adalah tahun Qamariyah.

 إِنَّ عِدَّةَ ٱلشُّهُورِ عِندَ ٱللَّهِ ٱثۡنَا عَشَرَ شَهۡرࣰا فِی كِتَـٰبِ ٱللَّهِ….

Sesungguhnya bilangan bulan di sisi Allah ialah dua belas bulan, dalam ketetapan Allah
[Surat At-Taubah: 36]

Dengan matahari diketahui hari-hari, dan dengan bulan diketahui bilangan bulan-bulan dan tahun-tahun

Allah menciptakan segala sesuatu dengan benar, ada hikmah yang agung dan landasan yang kuat dalam penciptaan itu.

 وَمَا خَلَقۡنَا ٱلسَّمَاۤءَ وَٱلۡأَرۡضَ وَمَا بَیۡنَهُمَا بَـٰطِلࣰاۚ ….

Dan Kami tidak menciptakan langit dan bumi dan apa yang ada di antara keduanya dengan sia-sia.
[Surat Shad: 27]

Maka tak heran, di saat berfikir dan berzikir kita menyelipkan do’a akan keagungan dan kehebatan Allah dalam pergantian siang dan malam, serta penciptaan Allah tentang benda-benda langit ini.

 ….. رَبَّنَا مَا خَلَقۡتَ هَـٰذَا بَـٰطِلࣰا سُبۡحَـٰنَكَ فَقِنَا عَذَابَ ٱلنَّارِ

…., “Ya Tuhan kami, tidaklah Engkau menciptakan semua ini sia-sia; Mahasuci Engkau, lindungilah kami dari azab neraka._
[Surat Ali ‘Imran: 191]

Seluruh penciptaan Allah ini sempurna, tidak berbenturan satu dengan lainnya. Pergantian waktu matahari dan bulan dapat disaksikan dan dirasakan sehingga menambah sensitifitas jiwa. Kagum akan kebesaran Allah dan menyadari betapa kerdilnya diri ini sehingga menyanggupi apa saja yang Allah perintahkan semaksimal mungkin. Inilah salah satu indikasi takwa.

Dalam penentuan awal dan akhir Ramadan serta penentuan 1 Dzulhijjah, perlu ada kedewasaan dalam menyikapi perbedaan yang ada. Baik yang berlandaskan hisab, perhitungan secara matematis dan astronomis untuk menentukan posisi bulan dalam menentukan dimulainya awal bulan pada kalender Hijriyah. Dan wujudul hilal (penampakan bulan sabit muda pertama yang dapat dilihat setelah terjadinya konjungsi pada arah dekat matahari terbenam yang menjadi acuan permulaan bulan dalam kalender Islam). Maupun metode rukyatul hilal,yaitu aktifitas mengamati visabilitas hilal, penampakan bulan sabit yang tampak pertama kali setelah terjadinya ijtimak. Dari sini muncul imkanur rukyat, yaitu mempertimbangkan kemungkinan terlihatnya hilal. Hal ini dimaksudkan menjembatani metode hisab dan rukyat

Menteri Agama Brunei, Indonesia, Malaysia dan Singapura (MABIMS) menyepakati kriteria baru imkanur rukyat, yaitu posisi hilal mencapai ketinggian 3 derajat dengan sudut elongasi 6,4 derajat. Kriteria ini perubahan dari sebelumnya yaitu 2 derajat dengan sudut elongasi 3 derajat.
Sudut elongasi bulan adalah sudut antara bulan dan matahari, sudut yang dibentuk oleh bumi-bulan dan bumi-matahari

Ada pendapat bahwa seandainya di Makkah tidak berlangsung wukuf tanggal 9 Dzulhijjah, tapi tanggal 9 Dzulhijjah itu akan tetap berlangsung di negara manapun.
Rasulullah saw biasa berpuasa tanggal 9 Dzulhijjah, hari Asyura, tiga hari setiap bulan, senin pertama setiap bulan, dan dua kali Kamis (HR. An Nasa’i No. 2417, shahih)

Dalam tinjauan sejarah, puasa Arafah dan shalat Idul Adha sudah berjalan sejak tahun kedua hijrah. Adapun pelaksanaan wukuf dimulai di tahun sepuluh hijrah saat haji Wada’.

Ustadz Arief Rahman Hakim, M.Ag
Kepala Sub Divisi Pendidikan dan Pelatihan PPPIJ

1 COMMENT

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here