Walau bulan Rabi`ul Awal atau bulan kelahiran (maulid) Nabi saw. telah lama berlalu, namun sampai saat ini, masih saja ada yang memperingatinya. Terlebih bagi masyarakat Betawi yang merayakakan maulid hampir setiap bulan, bahkan kapan saja, anytime, tergantung acaranya. Bisa di acara gunting rambut, acara sebelum akad nikah, acara selamatan pindah rumah, acara ‘malam mangkat’, acara sunatan, dan lain-lain. Dengan kata lain, peringatan maulid di Betawi nggak pernah ade matinye, never die!
Walau bulan Rabi`ul Awal atau bulan kelahiran (maulid) Nabi saw. telah lama berlalu, namun sampai saat ini, masih saja ada yang memperingatinya. Terlebih bagi masyarakat Betawi yang merayakakan maulid hampir setiap bulan, bahkan kapan saja, anytime, tergantung acaranya. Bisa di acara gunting rambut, acara sebelum akad nikah, acara selamatan pindah rumah, acara ‘malam mangkat’, acara sunatan, dan lain-lain. Dengan kata lain, peringatan maulid di Betawi nggak pernah ade matinye, never die!
Setali tiga uang, begitu pula dengan pemerintah dan umat Islam di provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) yang pada tahun ini menjadi tuan rumah Festival Maulid Nusantara (FMN) ke-6. Festival ini tidak diadakan di bulan Rabiul Awal, tapi di bulan Jumadil Akhir yang pada kalender miladiyah dimulai dari tanggal 14 sampai 19 Mei 2011 di kota Mataram.
Diharapkan FMN ke-6 ini, yang diinisasi oleh Jakarta Islamic Centre (JIC), berlangsung meriah dan mendapat dukungan penuh dari umat Islam se-Indonesia, apalagi rencananya akan dibuka oleh Presiden RI, Susilo Bambang Yudhoyono.
Namun demikian, pro dan kontra mengenai hukum melakukan perayaan Maulid Nabi saw. masih saja terjadi di tengah-tengah umat dan ini perlu diselesaikan dengan memberikan penerangan ke masyarakat yang disertai dalil-dalil yang shahih agar dukungan umat Islam terhadap peringatan maulid terutama FMN di masa-masa yang akan datang semakin kuat .
Salah seorang pakar di bidang hukum Islam, putra Betawi asli yang kini tinggal di Malaysia, yaitu Prof. Dr. KH. Musa bin Fathullah Harun, merasa terpanggil untuk menulis sebuah buku yang memperkuat dalil bahwa memperingati Maulid Nabi saw. merupakan sunnah, bukan bid`ah. Bukunya tersebut memiliki bobot karena ia bukanlah ulama sembarangan. Ia meraih doktor di bidang fiqih perbandingan dari Universitas Al-Azhar, Kairo dan pada tanggal 15 Februari yang lalu mendapatkan penghargaan dari Jabatan Agama Islam Selangor (JAIS) sebagai ”Tokoh Al-Ghazali” karena banyaknya karya yang ia tulis dan sudah diterbitkan serta aktif mengajar di perguruan tinggi sebagai guru besar dan di banyak majelis taklim di Malaysia.
Di dalam bukunya tersebut, ia banyak memberikan dalil-dalil yang dikutip dari berbagai pendapat para ulama yang bersandarkan kepada Al-Qur`an dan Al-Hadits. Salah seorang ulama yang ia kutip pendapatnya adalah Dr. Al-Sayyid Muhammad bin Alawi Abbas, Al-Maliki yang termuat di dalam kitab yang berjudul Al-Nazm al-Badi` fi Maulid Al-Haadi Al-Syaafi`. Berikut beberapa kutipan dari pendapat Dr.Al-Sayyid Muhammad bin Alawi Abbas, Al-Maliki tersebut:
Pertama, merayakan maulid Nabi saw. merupakan manifestasi terhadap perasaan gembira dan sukacita kepada Rasulullah saw. di Dalam Shahih Bukhari, dalam kitab Al-Nikah, Imam Bukhari telah meriwayatkan bahwa Allah swt. telah meringankan siksaan kepada Abu Lahab setiap hari Senin disebabkan ia telah membebaskan hamba sahayanya yang bernama Tsuwaibat al-Aslamiyah yang telah menyampaikan kepadanya kabar mengenai kelahiran Rasulullah saw. yang sangat menggembirakannya. Jika Abu Lahab, seorang yang kafir dan telah ditetapkan masuk neraka, telah mengambil faidah dari perbuatannya menyambut kelahiran Nabi saw., tentunya kita, yang beriman kepada Allah dan kerasulan beliau senantiasa merasa gembira dengan kelahiran serta mentaati segala bimbingan dan tuntunannya, tentu akan memperoleh faidah yang jauh lebih besar daripada Abu Lahab.
Kedua, Rasulullah saw. sendiri telah mengagungkan hari kelahirannya dan bersyukur atas segala nikmat yang telah Allah berikan kepadanya dan atas karunia keberadaannya di dalam wujud ini, yang dengannya telah bergembira semua yang ada, yaitu dengan berpuasa. Sebagaimana yang diriwayatkan oleh Imam Muslim, di dalam Shahihnya, di dalam kitab Al-Shiyam, dari Abi Qatadah bahwa Rasulullah saw. ketika ditanya tentang puasa hari Senin, beliau menjawab,”Pada hari itu aku dilahirkan, dan pada hari itu telah diturunkan wahyu kepadaku.”
Ketiga, di dalam surat Yunus ayat 58, Allah swt. berfirman yang artinya,”Katakanlah: Dengan karunia Allah dan rahmat-Nya, hendaklah dengan itu mereka bergembira. Karunia Allah dan rahmat-Nya itu adalah lebih baik dari apa yang mereka kumpulkan” Dengan firman-Nya tersebut, Allah swt. telah menyuruh kita bergembira dengan rahmat-Nya dan Nabi saw. merupakan rahmat Allah yang paling besar, sebagaimana yang difirmankan-Nya di dalam Al-Qur`an surat Al-Anbiya ayat 107 yang artinya”Dan tidaklah kami mengutusmu melainkan sebagai rahmat bagi semesta Alam”. ***
Oleh: Rakhmad Zailani Kiki
Staf Seksi Pengkajian Bidang Diklat JIC