JIC- Konflik berdarah di Bosnia pada 1992-1995 dipicu oleh pecahnya Yugoslavia. Dilansir dari Srebrenica.org, Yugoslavia atau Republik Federal Sosialis Yugoslavia yang didirikan pada 1943 selama Perang Dunia II adalah sebuah federasi yang terdiri dari enam republik, Slovenia, Kroasia, Bosnia dan Herzegovina, Serbia, Montenegro, dan Makedonia.
Yugoslavia dipimpin oleh Marsekal Josip Broz Tito setelah berakhirnya Perang Dunia II dengan warga Muslim, Katolik, dan Ortodoks hidup berdampingan di dalamnya. Setelah kematian Tito pada 1980, nasionalisme berlandaskan etnis mulai meningkat.
Pada 1991, negara-negara Yugoslavia mulai terpecah-pecah menurut garis etnis. Slovenia dan Kroasia mendeklarasikan kemerdekaan mereka pada Juni 1991, yang memicu perang. Ketika kebangkitan Serbia Raya menyeruak pada Februari 1992, sebuah referendum tentang kemerdekaan diadakan di Bosnia dan Herzegovina.
Sebanyak 99,7 persen warga Bosnia dan Herzegovina memilih “Ya” atau merdeka. Namun, para pemimpin Serbia Bosnia memboikot referendum untuk mencegah kemerdekaan. Meski demikian, kemerdekaan Bosnia dan Herzegovina tetap dideklarasikan secara resmi pada 1 Maret 1992 dan diakui secara internasional pada April 1992.
Serbia menyerbu Bosnia dan Herzegovina
Tak lama setelah referendum, pasukan Serbia merebut Kota Sarajevo, Ibu Kota Bosnia dan Herzegovina, dan memulai teror berdarah selama 4 tahun. Sejak Mei 1992, Pasukan Bosnia-Serbia di bawah komando Jenderal Ratko Mladi? melakukan penembakan untuk menargetkan wilayah sipil kota dan lembaga-lembaga utama, membunuh, melukai, dan menimbulkan teror terhadap penduduk sipil. Selama periode memilukan ini, hampir semua bangunan cagar budaya, agama, dan tempat tinggal Sarajevo hancur sebagian atau seluruhnya.
Pengepungan Sarajevo mengakibatkan lebih dari 11.000 orang tewas, 1.600 di antaranya adalah anak-anak. Antara 1992-1995, warga Sarajevo menjadi sasaran penembakan setiap hari dan serangan penembak jitu, serta terputus dari seluruh dunia. Kemudian, mulai dari Januari hingga Maret 1993, pasukan Bosnia-Serbia menyerang daerah Cerska di sebelah timur Bosnia dan Herzegovina.
Ribuan Muslim melarikan diri ke ‘Area Aman’ yang didirikan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) di Srebrenica dan Zepa dengan harapan menemukan keselamatan. Setelah itu, pasukan Serbia Bosnia mulai memusatkan perhatian khusus untuk merebut wilayah Srebrenica dan Zepa yang berlokasi strategis dan mengusir penduduk Muslim Bosnia yang melarikan diri ke sana.
Pembantaian muslim Srebrenica
Pada 8 Maret 1995, Radovan Karadzic (pemimpin politik Serbia-Bosnia), memerintahkan Pasukan Serbia untuk melenyapkan kantong-kantong Muslim di Srebrenica dan Zepa. Pasukan Serbia-Bosnia mulai menyerang wilayah Srebrenica pada 2 Juli 1995. Serangan di daerah ini berlanjut hingga 11 Juli 1995, ketika Ratko Mladic dan Pasukan Serbia-Bosnia memasuki Srebrenica.
Pasukan itu meneror Muslim Bosnia, yang secara paksa dipindahkan ke daerah-daerah di luar Srebrenica dan banyak dari mereka melarikan diri melalui hutan menuju Tuzla (wilayah bebas). Sebagian besar dari kelompok ini terdiri dari warga sipil. Lebih dari 7.000 tahanan Muslim Bosnia yang ditangkap di daerah sekitar Srebrenica dieksekusi mati pada 13 Juli-19 Juli 1995.
Setelah perang, lebih dari 40.000 orang ‘hilang’ dan lebih dari 3.000 kuburan massal telah ditemukan berisi jenazah korban pembantaian 1995. Dari Agustus 1995 hingga November 1995, pasukan Serbia-Bosnia berpartisipasi dalam upaya terorganisir dan komprehensif untuk menyembunyikan pembantaian di Srebrenica.
Hingga saat ini, jenazah korban masih diidentifikasi menggunakan teknik DNA kompleks. Tercatat, sebanyak 8372 orang tewas di Srebrenica dengan lebih dari seribu mayat korban masih belum ditemukan hingga sekarang.
Kejahatan perang dan genosida
Dilansir dari Britannica, Pengadilan Kriminal Internasional untuk Bekas Yugoslavia menyimpulkan bahwa pembantaian di Srebrenica, ditambah dengan pengusiran massal warga sipil Bosnia, sama dengan genosida.
Pengadilan tersebut menyematkan tanggung jawab utama atas kejahatan ini kepada perwira senior di tentara Serbia-Bosnia. PBB dan negara-negara Barat juga menerima sebagian kesalahan karena gagal melindungi laki-laki, perempuan, dan anak-anak Bosnia di Srebrenica, yang pada tahun 1993 ditetapkan sebagai “daerah aman” oleh Dewan Keamanan PBB.
“Melalui kesalahan penilaian dan ketidakmampuan untuk mengenali ruang lingkup kejahatan yang menghadang kami, kami gagal melakukan bagian kami untuk membantu menyelamatkan rakyat Srebrenica dari kampanye pembunuhan massal Serbia [Bosnia],” tulis Sekretaris Jenderal PBB Kofi Annan dalam tinjauan internal tahun 1999.