Dalam kehidupan akhirat yang bisa menyelamatkan seseorang hanyalah qalbun salim, bukan hartanya, bukan anak-anaknya, bukan jabatannya, bukan pula hal-hal duniawi lainnya. Hal ini ditegaskan oleh Allah SWT dalam firman-Nya, “Hari di mana harta dan anak-anak (laki-laki) tidak berguna, kecuali orang-orang yang menghadap Allah dengan hati yang bersih (suci).” (QS asy-Syu’ara [26]: 88-89).
Ayat di atas memberikan penegasan bahwa pada hari kiamat kelak tidak ada seorang pun yang memiliki hak untuk memberikan keselamatan atau syafaat kecuali Allah SWT.
Satu-satunya yang bisa menyelamatkan kita di akhirat kelak hanyalah amal kita yang telah diliputi rahmat Allah SWT atau amal yang didasari dengan qalbun salim (hati yang suci dan bersih). Qalbun salim merupakan sumber kebaikan yang terpancar darinya semua kebaikan alam semesta, hati para nabi, hati para shiddiqin, hati para syuhada, dan hati orang-orang saleh, yaitu hati yang di dalamnya tidak terdapat satu titik hitam keburukan sama sekali.
Qalbun salim ini bisa dihidupkan dengan beberapa cara. Pertama, jangan membenci orang lain, karena setiap makhluk adalah ciptaan Allah SWT dan merupakan pancaran kemahaindahan-Nya. Seburuk apapun seseorang, pasti ada nilai baiknya. Hal ini pernah disampaikan oleh Nabi Isa kepada para muridnya. Suatu ketika Nabi Isa dan para muridnya sedang berpetualang lalu melewati sebuah lembah. Di lembah itu terdapat bangkai binatang yang sudah membusuk.
Nabi Isa bertanya kepada para muridnya, “Bagaimana menurut kalian tentang bangkai ini?” Murid-muridnya menjawab, “Baunya busuk.” Yang di sebelahnya menjawab, “Tubuhnya penuh nanah.” Yang satu lagi menjawab, “Bangkainya digeregoti ulat.” Dan semua muridnya menggambarkan hal-hal buruknya lainnya tentang bangkai itu.
Nabi Isa kemudian dengan bijak berkata, “Sesungguhnya gigi bangkai itu sangat putih dan bersih.” Lalu beliau menambahkan, “Hati yang bersih (salim) akan melihat dan menilai sesuatu dari sisi baiknya, dan setiap sesuatu pasti ada sisi baiknya, karena semua adalah ciptaan Allah.”
Kedua, jangan merasa lebih baik dari orang lain, selalu rendah hati, dan tidak sombong. Prinsip ini akan menampilkan seseorang menjadi sosok yang tawadhu. Caranya mudah, setiap bertemu orang lain selalu merasa bahwa orang lain lebih baik dari diri kita. Misalnya, bertemu orang yang lebih tua, maka tanamkan dalam diri kita bahwa orang ini sudah lebih tua, maka nilai ibadah dan pahalanya tentu lebih banyak dari kita. Jika bertemu orang yang lebih muda, maka tanamkan dalam pikiran kita bahwa orang ini masih muda dan lebih sedikit dosanya daripada kita. Dan begitu seterusnya, selalu merasa kurang dibanding orang lain.
Ketiga, selalu berbuat baik kepada siapa pun, di mana pun, dan kapan pun. Hal ini telah diajarkan oleh Rasulullah SAW ketika diperlakukan buruk oleh kafir Quraisy Makkah. Namun Nabi SAW tidak membalas keburukan itu, justru Nabi SAW berharap dan mendoakan mereka untuk mendapat hidayah dari Allah SWT.Jika mereka tidak mendapat hidayah, harapan dan doa Nabi SAW semoga anaknya yang mendapat hidayah. Anaknya juga tidak mendapat hidayah, harapan dan permohonan Nabi SAW semoga cucunya yang mendapat hidayah, dan begitu seterusnya sampai anak keturunannya.
Semoga kita semua bisa menghidupkan qalbun salim kita, sehingga bisa memancarkan kebaikan dan ketenteraman pada alam semesta.