MUALAF KOH ASEN, TERGUGAH BUKU SEPUTAR ALAM GAIB (2)

0
418

Lelaki berdarah Tionghoa ini sejak kecil sudah sedikit belajar bahasa Arab. Karena itu, dirinya sedikit mampu membaca ayat tersebut. Innaddiina ‘indallahil islaam. “Sesungguhnya, agama di sisi Allah ialah Islam.”

Firman yang tampaknya sederhana itu ternyata berdampak luar biasa pada kesadaran Asen. Ia seperti terhentak oleh tegasnya makna dari ayat tersebut.

Satu-satunya jalan untuk menyembah Tuhan ialah Islam. Proses berislam Selama setahun, Asen dengan intens mengkaji Islam. Ia tidak hanya membaca buku-buku tentang agama ini. Bahkan, beberapa ibadah kaum Muslimin pun diikutinya sesuai batas kemampuan.

Misalnya, berwudhu dan sholat. Kedua ritual ini sudah diketahuinya sejak masih anak-anak. Namun, baru kali itulah dirinya berusaha rutin mengamalkannya walaupun belum pernah bersyahadat. Ia ingin terlebih dahulu memahami dan membiasakan diri dengan ibadah khas Islam, barulah kemudian secara resmi memeluk agama ini.

Asen biasa praktik sholat pada siang hari. Waktu itu, ayahnya biasa tidur di kursi ruang depan. Anehnya, Asen merasa bahwa tiap kali dirinya menggumamkan takbir, bapaknya itu kerap terbangun dari tidur. Karena takut ketahuan, ia pun lekas pura-pura tidur di atas kasur, menunggu sang ayah lewat dari kamarnya.

Pada suatu hari, ia menemukan bacaan, yakni surat Al Baqarah ayat 208. Artinya, “Wahai orang-orang yang beriman! Masuklah ke dalam Islam secara keseluruhan, dan janganlah kamu ikuti langkah-langkah setan. Sungguh, ia musuh yang nyata bagimu.”

“Saya berpikir, ketika saya sedang belajar sholat, Papi bangun mungkin karena bisikan setan. Mulai saat itu, saya memberanikan diri. Kalau Papi masuk kamar dan saya sedang sholat, saya tidak lagi sembunyi. Saya teruskan sholat,” ucapnya menceritakan. Benar saja. Ayahnya masuk kamar dan terkejut melihat Asen sedang sholat. Namun, pemuda ini tidak bergeming. Tetap saja melanjutkan sholat.

Setelah itu, ayahnya semakin sering meminta Asen untuk membersihkan patung-patung di rumah dan tempat sembahyangnya. Kalau untuk sekadar membersihkan patung, itu masih bersedia dilakukannya.

Namun, tidak demikian halnya dengan sembahyang. Ia selalu menghindar. Lama kelamaan, orang tuanya pun menyerah. Mereka melihat, komitmen anaknya itu untuk terus mengkaji Islam tak bisa dihentikan.

Pada hari Jumat, Asen memberanikan diri untuk mempraktikkan sholat Jumat. Berdasarkan aturan fikih, sholat Jumat harus diselenggarakan secara berjamaah. Maka, ia pun pergi ke masjid di dekat rumahnya.

Dengan mengenakan baju kemeja dan celana panjang, ia mencoba percaya diri, melang kah ke dalam masjid. Orang-orang tidak begitu memperhatikannya. Mereka menganggapnya seperti jamaah biasa pada umumnya.

Tiba-tiba Asen teringat. Siapa pun harus berwudhu sebelum sholat. Ia pun lekas mencari lokasi tempat wudhu di masjid itu. Karena sangat gugup, ia tidak berani bertanya. Layaknya orang kebingungan, ia hanya berkeliling di sekitaran masjid.

Karena merasa malu, Asen lantas menyingkir ke arah jalan raya. Dilihatnya sebuah gerobak. Di balik kendaraan itulah, lelaki yang saat itu non-Muslim ini menangis. Ia merasa gagal. Bukan hanya karena tidak bisa sholat Jumat. Lebih dari itu, tidak mampu menetapkan keyakinan.

Hatinya sangat ingin berislam. Namun, upaya dengan cara seorang diri adalah sia-sia. Akhirnya ia menyadari, tidak mungkin mempelajari Islam sendirian. Perlu pertolongan dan bantuan dari orang lain.

Berbekal sebuah informasi yang diperoleh nya, Asen menyambangi Masjid Lautze Jakarta beberapa hari kemudian. Tempat ibadah itu terkenal memiliki majelis yang khusus menyasar komunitas Muslim Tionghoa.

 

Saat itu juga, Asen dibimbing seorang ustadz di sana. Pada 1996, ia untuk pertama kalinya mengucapkan dua kalimat syahadat. Prosesi tersebut dilakukannya di hadapan imam serta jamaah masjid setempat yang dikelola Yayasan Haji Karim Oei itu.

 

Setelah memeluk Islam, Asen memilih nama baru: Achmad Sugiarto. Ia juga bertekad untuk berdakwah kepada orang-orang terdekat, utamanya keluarga. Sebagaimana pesan dari sebuah hadits, “Sampaikanlah dariku (Nabi Muhammad SAW) walau hanya satu ayat.”

Sumber : Republika.co.id

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

one × 2 =