MUHAMMAD ABDUH DAN TEOLOGI RASIONAL BAGIAN 1

0
1357
muhammad-abduh-dan-teologi-rasional-bagian-1

JIC- Terbukanya pintu ijtihad dan pemberantasan taqlid merupakan pokok-pokok pandangan penting Muhammad Abduh yang didasarkan pada kepercayaannya atas kekuatan akal. Menurutnya Al-Quran berbicara bukan hanya terbatas kepada hal-hal yang terkait dengan hati manusia tetapi juga terhadap akalnya. Menurutnya Islam sangat menjunjung tinggi kedudukan akal. Allah menunjukan perintah perintah dan larangan-larangannya juga kepada akal.

Di dalam al-Quran banyak sekali ayat-ayat yang menunjukan peranan yang sangat penting dari akal. Oleh sebab itu Islam bagi Muhammad Abduh adalah agama yang rasional. Menggunakan akal adalah salah satu dari dasar-dasar ajaran Islam. Bahkan iman seseorang tidak sempurna kalau tidak didasarkan kepada akal. Sehingga Abduh memandang bahwa dalam Islam lah agama dan akal buat pertama kalinya mengikat tali persaudaraan. Kepercayaan kepada kekuatan akal adalah dasar dari peradaban suatu bangsa.

Dalam kitabnya al-Islam Dim al-Ilm wa al-Madaniyah (Islam: Agama Pengetahuan dan Peradaban), sikap jumud atau kebekuan pemikiran adalah sebab di antara sebab-sebab yang membawa kepada kemunduran umat Islam. Dan sikap jumud dalam diri umat Islam tidak lepas dari penguasa asing yang menjajah umat Islam. Mereka sengaja mengembangkan ajaran-ajaran yang membuat umat Islam statis, beku, seperti pemujaan yang berlebih-lebihan kepada syeikh dan wali, kepatuhan kepada ulama, taqlid buta kepada ulama terdahulu serta ajaran dan sikap tawakkal serta penyerahan total dalam segalagalanya pada qada dan qadr. Semua hal tersebut kemudian membawa kepada kebekuan akal dan berhentinya pemikiran dinamis dalam Islam. Hal ini merupakan bid’ah atau perbuatan mengada-ada yang bukan berasal dari ajaran Islam.

Menurut Abduh seperti juga Muhammad bin Abdul Wahab misalnya menekankan pentingnya menghilangkan khurafat dan bid’ah-bid’ah yang merusak dan menghambat kemajuan Islam. Namun tidak seperti Muhammad bin Abdul Wahhab (yang kemudian hingga sekarang ini pemikirannya lebih banyak dikenal sebagai paham dan gerakan Wahabi atau Salafi) yang hanya menitik beratkan kepadasemata-mata kembali seperti yang ada pada zaman Nabi 1400 tahun yang lalu, namun menurut Abduh karena perubahan dan perkembangan zaman yang juga menimbulkan banyaknya perbedaanperbedaan kehidupan dulu dan di zaman sekarang, maka Abduh menilai perlunya penyesuaian-penyesuain pandangan Islam agar dapat menjawab tantangan zaman modern yang kompleks dan rumit.

Dalam kaitannya dengan kekuatan akal Abduh berpandangan bahwa akal pikiran kita hendaknya haruslah dibebaskan dari kungkungan taqlid. Bahkan ia mendorong umat Islam agar memahami dan mengkaji kembali ajaran Islam sebagaimana yang dilakukan oleh para ulama-ulama awal (sebelum munculnya firqah-firqah atau mazhab-mazhab dalam Islam) dan mengambil langsung dari sumbersumber utama ilmu-ilmu keIslaman. Dalam penghargaannya terhadap kekuatan akal Abduh mengatakan bahwa sesungguhnya Akal itu jika diumpamakan sebuat kekuatan maka Akal adalah kekuatan yang paling besar yang ada pada diri manusia.

Dengan demikian akal adalah modal besar, modal utama yang seharusnya menjadi dasar pandangan umat Islam jika ingin maju dengan cara menghargai akal dan menggunakan berbagai usaha untuk menguatkan fungsi dan kekuatan akal. Karenanya taqlid merupakan belenggu yang menghambat tumbuh dan berkembangnya kecerdasan dan kekuatan akal dan ia haruslah dibebaskan dari segala macam model taqlid namun sebaliknya hendaknya akal itu dibangun dengan cara melakukan kajian dan penelitian serta pencarian-pencarian pengetahuan baru yang dapat meningkatkan wawasan berpikir manusia di dalam berbagai bidang ilmu pengetahuan. Agama menurutnya akan sempurna berdasarkan kepada pengetahuan dan rasa, akal dan hati, iman dan kepatuhan, pemikiran dan perasaan.

Jika salah satu hilang maka agama akan pincang. Dan janganlah kita hanya menggunakan satu sisi saja dan mengabaikan sisi lainnya karena itu sangat berbahaya bagi manusia. Kemunduran umat Islam di banyak bidang membuat Muhammad Abduh berusaha keras melakukan perubahan atas cara berpikir masyarakat Muslim pada saat itu. Cara pandang masyarakat yang stagnan, jumud dan hanya taqlid (mengikut saja) kepada pendapat-pendapat terdahulu tanpa sikap kritis dan terbuka membuat umat Islam sulit untuk berkembang dan maju. Berbagai usaha dilakukan oleh Abduh untuk memerangi sikap dan prilaku masyarakat tersebut seperti melalui pendekatan sastra dan budaya atau penyampaian pemikiran-pemikiran, tulisan-tulisan yang diharapkan membuka cara pandang masyarakat lebih luas lagi. Atau juga melalui pendekatan pembinaan langsung kepada masyarakat agar mereka lepas dari kejumudan dan kemunduran. Dalam melakukan perubahandan pembaharuan pemikiran dan interaksi dengan pemikiran yang berkembang di masyarakat, Abduh tidak bersikap frontal, dengan cara yang bijak ia berusaha menengahi berbagai pandangan yangberkembang di masyarakat.

Ia tidak langsung menolak mentahmentah pandangan yang berbeda dengannya atau mungkin salah dalam pandangannya dan juga tidak langsung menerima begitu saja pandangan yang selaras dengan pemikirannya tetapi ia mengkaji secara lebih mendalam terlebih dahulu, mengkritisi dan menganalisa agar hasilnya adalah pemikiran yang dapat memberikan solusi bagipersoalan-persoalan umat. Selain itu sikap fatalisme, tertutupnya pintu ijtihad dan hilangnya budaya dinamis dan berkembang serta tercabutnya normanorma ajaran Islam yang suci dan murni secara umum bisa dikatakan karena besarnya krisis intelektual umat/dunia Islam.

Lebih jauh hal tersebut dapat ditelusuri salah satunya karena adanya dikotomi ilmu pengetahuan saat itu. Kondisi yang menimpa umat Islam itu juga yang terjadi di Al-Azhar, salah satu pusat pendidikan dan intelektual Islam terbesar dan tertua di dunia. Al-Azhar masa itu juga banyak dikuasaioleh ulama-ulama konservatif dan lembaga ini terjebak dalam dikotomi ilmu pengetahuan di mana banyak di antara mereka yang lebih puas dengan mendalami ilmu agama saja secara sempit dengan supremasi fiqih dan sejenisnya tanpa diimbangi dengan cabangcabang ilmu yang lainnya. Abduh berpendapat salah satu jalan untuk mengubah cara pandang dan gaya hidup masyarakat adalah dengan melakukan perubahan di pusat penyebaran ide dan pendidikan karena pengaruhnya yang sangat besar dalam membentuk cara berpikir dan berprilaku masyarakat. Karena itu Abduh menfokuskan diri untuk melakukan pembaharuan pendidikan melalui lembaga pendidikan Islam Al-Azhar. Kondisi umat Islam (khususnya di Mesir) akan baik jika al-Azhar diperbaiki. Karenanya Abduh berusaha melakukan perbaikan dan pembenahan administrasi dan pendidikan al-Azhar. Termasuk di dalamnya perbaikan di bidang kurikulum yang diperluasmencakup ilmu-ilmu modern sehingga al-Azhar bisa berdiri sejajar dengan universitas-universitas lain di Eropa dan lainnya.

Sumber: Buku Karya DR. KH. Didi Supandi  MA yang bejudul “PEMIKIRAN ISLAM DARI ABDUH KE HARUN NASUTION” yang diterbitkan Pusat Pengkajian dan Pengembangan Islam Jakarta (PPIJ)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

two × two =