PENGADILAN INDIA TOLAK PETISI HAPUS LARANGAN BERHIJAB

0
208

JIC- Pengadilan India menolak petisi siswi Muslim yang mendesak penghapusan larangan hijab di sekolah negara bagian Karnataka. Dengan demikian, mereka tetap dilarang memakai hijab di sekolah.

Ketua Hakim Pengadilan Tinggi Karnataka, Ritu Raj Awasthi, menolak lima petisi yang diajukan puluhan siswa itu melalui keputusan pada Selasa (15/3).

Berdasarkan petisi itu, para siswa menegaskan bahwa pemakaian jilbab merupakan hak dasar yang dijamin konstitusi India. Pemakaian penutup kepala itu juga praktik penting dalam Islam.

Namun, Ritu Raj Awasthi, menegaskan bahwa pemakaian jilbab bukan bagian praktik yang penting dalam keagamaan.

“Kami berpendapat mengenakan jilbab bagi perempuan Muslim bukan merupakan bagian praktik keagamaan yang penting,” kata Awasthi, dikutip The Independent, Selasa (15/3).

Pengadilan menyatakan, jilbab adalah masalah pakaian dan tak bisa diperlakukan sebagai hal yang fundamental bagi keyakinan Islam.

“Hampir tak bisa dikatakan jilbab sebagai masalah pakaian, dapat dibenarkan diperlakukan sebagai dasar iman Islam,” demikian bunyi putusan pengadilan.

Dalam putusan itu juga tertera, “Bukan berarti jika praktik berhijab yang dituduhkan tidak dipatuhi, mereka yang tidak berhijab menjadi orang berdosa, Islam kehilangan kejayaan dan berhenti menjadi agama.”

Pernyataan itu juga menekankan bahwa pemakaian hijab mungkin berkaitan dengan budaya, tapi tidak dengan agama tertentu.

“Formulasi seragam saat ini merupakan pembatasan yang wajar yang tak bisa ditolak pelajar,” demikian kutipan pernyataan itu.

Para aktivis dan sejumlah warga India kecewa atas keputusan ini. Mereka lalu mengungkapkan keluhannya di media sosial. Sebagian dari mereka menganggap keputusan itu adalah contoh pelanggaran kebebasan demokratis bagi Muslim India.

“Hijab tidak pernah menjadi perdebatan feminisme. Itu selalu tentang hak konstitusional untuk mempraktikkan agama apa pun,” kata salah satu feminis India, Urban Shrink, di Twitter.

Para politikus kubu oposisi, termasuk anggota parlemen India, Asaduddin Owaisi, juga mengkritik keputusan tersebut dan menyebutnya sebagai “penangguhan” hak-hak dasar India.

“Saya tidak setuju dengan keputusan Pengadilan Tinggi Karnataka soal hijab. Adalah hak saya untuk tidak setuju dengan putusan dan saya berharap para pemohon mengajukan banding ke Mahkamah Agung,” tulis Owaisi di Twitter.

Kontroversi pelarangan jilbab di India bermula pada 28 Desember lalu, usai perguruan tinggi di distrik Udapi melarang pelajar mengenakan jilbab tradisional di dalam kelas.

Enam pelajar kampus tersebut menentang larangan itu dan menggelar aksi protes dengan duduk di luar kelas. Mereka berdemonstrasi karena tak diizinkan mengikuti kegiatan belajar mengajar di dalam kelas.

Beberapa kampus di negara bagian lain kemudian menerapkan aturan yang sama. Isu itu lantas berkembang menjadi pertarungan antara kelompok sayap kanan dan perempuan Muslim yang ingin mengenakan jilbab.

Untuk menangani masalah ini, pengadilan India mengeluarkan perintah sementara pada Februari lali. Pengadilan menyatakan, siswa tak boleh mengenakan pakaian agama di perguruan tinggi sampai ada putusan soal masalah tersebut.

Keesokan harinya, Mahkamah Agung India menolak intervensi masalah ini. Mereka hanya mengklaim akan menangani masalah penggunaan jilbab di “waktu yang tepat.”

Lalu pada 5 Februari, Karnataka melarang “pakaian yang bertentangan dengan hukum dan ketertiban umum.”

Menjelang putusan pengadilan, pihak berwenang di Karnataka menerapkan sejumlah aturan baru demi mencegah bentrokan lebih lanjut.

Aturan itu termasuk larangan pertemuan bersama, serta penutupan sekolah dan perguruan tinggi sebagai tindakan pencegahan. [fan]

Sumber: cnn

 

 

 

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here