Kenakalan, pergaulan bebas dan keringnya pendidikan agama dan moral di kalangan remaja, tentu menjadi kekhawatiran para orang tua yang memiliki anak yang berusia remaja. Maka atas kenyataan ini, banyak orang tua yang kemudian memasukkan anaknya ke pondok pesantren, terlebih yang memang menghendaki anaknya menjadi ulama.
Kenakalan, pergaulan bebas dan keringnya pendidikan agama dan moral di kalangan remaja, tentu menjadi kekhawatiran para orang tua yang memiliki anak yang berusia remaja. Maka atas kenyataan ini, banyak orang tua yang kemudian memasukkan anaknya ke pondok pesantren, terlebih yang memang menghendaki anaknya menjadi ulama.
Di Indonesia sendiri, ada dua model pondok pesantren, yaitu pondok pesantren salafi dan pondok pesantren modern. Pesantren salafi menerapkan pola tradisional di mana para santri bekerja untuk kyai mereka – bisa dengan mencangkul sawah, mengurusi empang (kolam ikan), dan lain sebagainyadan sebagai balasannya mereka diajari ilmu agama oleh kyai mereka tersebut. Sebagian besar pesantren salafi menyediakan asrama sebagai tempat tinggal para santrinya dengan membebankan biaya yang rendah atau bahkan tanpa biaya sama sekali. Para santri, pada umumnya menghabiskan hingga 20 jam waktu sehari dengan penuh dengan kegiatan, dimulai dari shalat shubuh di waktu pagi hingga mereka tidur kembali di waktu malam. Pada waktu siang, para santri pergi ke sekolah umum untuk belajar ilmu formal, pada waktu sore mereka menghadiri pengajian dengan kyai atau ustadz mereka untuk memperdalam pelajaran agama dan al-Qur’an.
Sedangkan pondok pesantren modern adalah pesantren yang mengajarkan pendidikan umum, dimana persentase ajarannya lebih banyak ilmu-ilmu pendidikan agama Islam daripada ilmu umum (matematika, fisika, dan lainnya). Ini sering disebut dengan istilah pondok pesantren modern, dan umumnya tetap menekankan nilai-nilai dari kesederhanaan, keikhlasan, kemandirian, dan pengendalian diri. Pada pesantren dengan materi ajar campuran antara pendidikan ilmu formal dan ilmu agama Islam, para santri belajar seperti di sekolah umum atau madrasah. Pesantren campuran untuk tingkat SMPterkadang juga dikenal dengan nama Madrasah Tsanawiyah, sedangkan untuk tingkat SMA dengan nama Madrasah Aliyah. Namun, perbedaan pesantren dan madrasah terletak pada sistemnya. Pesantren memasukkan santrinya ke dalam asrama, sementara dalam madrasah tidak.
Khusus bagi masyarakat Betawi, pondok pesantren merupakan institusi pendidikan tertua yang mendidik anak-anak Betawi untuk menjadi ulama dibandingkan madrasah dan majelis taklim atau halaqah,yaitu sejak abad ke-14 dengan keberadaan pondok pesantren yang didirikan dan dipimpin oleh Syekh Qura di Karawang.
Sebelum kemerdekaan, model pondok pesantren di Betawi adalah pondok pesantren salafi. Salah satu pondok pesantren salafi yang terkenal adalah yang didirikan dan dipimpin oleh Guru Marzuqi, Cipinang Muara. Kebanyakan orang tua Betawi pada zaman itu yang ingin anaknya menjadi ulama memasukan anaknya ke Pondok Pesantren Guru Marzuqi, Cipinang Muara. Bangunan fisik dari pondok pesantrennya kala itu memang sederhana, terdiri atas empat bangunan yang terbuat dari bilik yang dikapur putih dengan arsitektur Betawi. Dua bangunan kecil dan dua bangunan besar memanjang, dengan komposisi: besar, kecil, besar, kecil. Dua bangunan besar merupakan tempat mengaji dan tempat tinggal santri laki-laki yang mondok, sedangkan dua bangunan kecil merupakan rumah Guru Marzuqi yang juga berfungsi sebagai tempat mengaji santri perempuan. Walaupun secara fisik bangunannya sederhana, namun dari pondok pesantren inilah lahir para ulama Betawi terkemuka.
Pada saat ini, pondok pesantren salafi di Betawi hampir hilang, yang banyak bertahan adalah pesantren salafi non pondok, seperti Pesantren Al-Ihsan, Cakung Barat yang dipimpin oleh KH. Hifdzillah. Yang kini berkembang adalah model pondok pesantren modern, seperti Pondok Pesantren Al-Itqon, Duri Kosambi, Jakarta Barat yang dipimpin oleh KH. Mahfudz Asirun; Pondok Pesantren Al-Hidayah, Basmol, Jakarta Barat yang salah satu pimpinannya adalah KH. Syarifuddin Abdul Ghani, MA; Pondok Pesantren At-Taqwa yang dipimpin KH. Amien Noer, Lc, MA, Pondok Pesantren An-Nida Al-Islami, Bekasi yang didirikan oleh Syekh KH. Muhadjirin Amsar Ad-Darry, Pondok Pesantren Al-Kenaniyah, Pulo Nangka, Jakarta Timur; Pondok Pesantern Al-Awwabin, Pancoran Mas, Depok yang didirikan oleh KH. Abdurrahman Nawi, dan lain-lain. Sedangkan untuk provinsi DKI Jakarta, jumlah keseluruhan pondok pesantren menurut data terakhir di tahun 2012 berjumlah 100 buah lebih,baik yang dimiliki dan atau dikelola oleh orang Betawi maupun di luar Betawi.
Namun dari pondok pesantren yang dipimpin dan atau dikelola oleh orang Betawi tersebut, Pondok Pesantren Al-Asyirah Qur`aniyah dan Ma`had Aly Zawiyah Jakarta yang terletak di Kalimalang, Jakarta Timur dan didirikan oleh salah seorang ulama Betawi terkemuka saat ini, Buya KH. Saifuddin Amsir memiliki kekhasan dan kelasnya sendiri. Dari namanya, pondok pesantren ini memang menargetkan para santrinya untuk dapat menghafal dan memahami Al-Qur`an. Target ini tidak terlepas dari pengamatan dan perenungan yang mendalam dari pendirinya atas situasi dan kondisi kehidupan sekarang ini yang menghasilakn kesimpulan bahwa solusi yang tepat adalah dengan menerapkan atau membentuk “Asyirah Qur’aniyah (keluarga Qur’ani)”, yaitu keluarga yang seluruh perilakunya bersandarkan pada ajaran Al-Qur’an,dan itu membutuhkan satu lembaga pendidikan untuk mencetak generasi yang kelak dapat membentuk keluarga Qur`ani tersebut. Yang membedakan ponpes ini dengan ponpes sejenis lainnya adalah karena di ponpes ini menerapkan kurikulum baru dengan menggabungkan kurikulum berbasis perpaduan antara ilmu dan amal yang dititikberatkan pada I’jazul Qur’an, Aurad, dan Do’a-do’a Qur’ani. Kurikulum komprehensif ini didasarkan pada nilai-nilai ketauhidan (berpusat pada tuhan dalam segala aspek) dalam isi dan pendekatannya; dengan harapan hal ini dapat menjadi inspirasi dan mentransformasi peserta didik sehingga mereka dapat secara positif mempengaruhi pandangan masyarakat terhadap kehidupan sosial kemasyarakatan.Pondok pesantren ini ditujukan bagi siapa saja yang mau menghafal Al-Qur’an dan memahaminya sesaui dengan aqidah Ahli Sunnah Wal Jamaah. Sedangkan Ma’had Aly Zawiyah Jakarta adalah sebuah Ma’had Islam setingkat dengan kelas sarjana atau perkuliahan. Ma’had aly ini menyelenggarakan perkuliahan bagi mereka yang sudah mengetahui dan memahami ilmu-ilmu keislaman (basic Arabic language and foundational Islamic sciences) yang kini tengah membuka bagi peserta angkatan ke-3. ***
Oleh: Rakhmad Zailani Kiki
Koordinator Pengkajian JIC












