AS-AUSTRALIA DESAK CHINA TUTUP KAMP TAHANAN POLITIK MUSLIM UIGHUR (3)

0
244
FILE - This Sept. 28, 2001, file photo of Muslim Uighur men emerging from the Id Kah mosque after prayers, in Kashgar, in China's western Xinjiang province Friday, Sept. 28, 2001. This weekend's bloody riot in China's Muslim far west carries disturbing reminders of anti-Chinese violence in another troubled region -- Tibet -- and shows how heavy-handed rule and radical resistance are pushing unrest to new heights. The clash between ethnic Muslim Uighurs and China's Han majority in Xinjiang that left at least 140 dead signaled a new phase in a region used to seeing bombings and assassinations by militant separatists but few mass protests. (AP Photo/Greg Baker,file)

 

Hilang Kontak Dengan Keluarga

JIC, JAKARTA- Selama berbulan-bulan, anggota keluarga dari korban yang ditahan di kamp penahanan hanya bisa menanggung penderitaan mereka sendirian. Mereka berharap kehilangan kontak dengan orang yang mereka cintai tersebut hanya sementara saja.

Mereka khawatir akan memperkeruh situasi jika mencoba mencari pertolongan dari luar. Dikarenakan hingga saat ini belum ada kejelasan informasi, banyak dari mereka yang mulai secara publik berbicara.

Bota Kussaiyn, seorang mahasiswa yang berasal dari etnis Kazakh yang sedang belajar di Universitas Moscow State, berbicara dengan ayahnya, Kussaiyn Sagymbai, melalui WeChat pada bulan November 2017. Berasal dari XUAR, keluarga mereka pindah dan menetap di Kazakhstan pada 2013.

Ayah Bota kembali ke Cina pada akhir 2017 untuk bertemu seorang dokter, tapi otoritas setempat menyita passportnya setelah sampai di XUAR. Bota mengetahui dari anggota keluarganya bahwa ayahnya dikirim ke “kamp Pendidikan ulang”.

Kerabatnya di XUAR sangat mengkhawatirkan bahwa komunikasi lebih jauh akan membuat mereka dalam ancamanan. Mereka akhirnya menghentikan komunikasi dengan Bota.

Banyak anggota keluarga dan teman yang tinggal di luar negeri mengatakan mereka merasa bersalah karena komunikasi mereka membuat para kerabat di XUAR dalam bahaya. Otoritas setempat menuduh mereka memiliki hubungan dengan grup dari luar dan pemerintah Cina menuduh mereka mempromosikan “ekstrimisme” agama atau membuat rencana “teror”.

Untuk menghindari kecurigaan dari otoritas, warga etnis Uighur dan Kazakhs dan lainnya di XUAR telah memutuskan hubungan dengan teman dan keluarga yang tinggal di luar Cina.

Mereka memberitahu teman untuk tidak menghubungi atau meminta menghapus kontak di aplikasi media sosial. Karena para kerabat yang tinggal di luar negeri tidak mendapatkan informasi yang cukup maka mereka hanya bisa menduga hal terburuk telah terjadi.

Ketika orang tua ditahan, maka anak-anaklah yang menderita karena banyak keluarga yang akan mengalami kesulitan ekonomi. Anak-anak yang lebih tua dikirim ke pusat-pusat pelatihan milik negara, sementara adik-adik mereka dikirim ke “pusat-pusat kesejahteraan” yang dibangun sejak tahun 2017.

 

Pengintaian

Untuk menambah tekanan kepada kerabat yang tinggal di luar negeri, petugas keamanan Cina secara agresif berupaya merekrut mata-mata yang berasal dari komunitas-komunitas yang ada di luar negeri. Mereka-mereka yang ditargetkan diancam bahwa keluarga mereka di XUAR akan ditahan jika mereka tidak kooperatif.

Jika mereka koperatif, otoritas Cina menjanjikan anggota keluarga yang mereka cintai akan diperlakukan dengan tidak keras. Ketidaktahuan mengenai komunitas-komunitas mana saja di luar negeri yang menjadi pelapor kepada otoritas keamanan China membuat kerabat hidup dalam kecurigaan, isolasi dan ketakutan.

“Kampanye sistematis oleh otoritas China membawa konsekuensi yang buruk bagi kehidupan jutaan orang. Sekarang saatnya otoritas setempat untuk terbuka mengenai kamp-kamp tersebut dan menyatukan mereka kepada keluarga mereka kembali,” tandas Nicholas Bequelin.[IZ]

sumber ; panjimas.com

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

6 − one =