HABAIB, ASYRAF HADHRAMAUT

0
236

Memang sejak Tanah Suci tidak lagi menjadi tempat memperdalam ilmu ke-Islaman mazhab Syafi`i di luar Indonesia, Yaman menjadi salah satu alternatif favorit, selain Mesir dan lain-lain. Salah satu alasan utama orang Indonesia belajar ke Yaman karena ulama yang menjadi pengajarnya berasal dari kalangan asyraf atau habaib yang memiliki kelimuan yang mendalam di semua disiplin ilmu ke-Islaman, bahkan tidak kalah alimnya dengan para syekh di Universitas Al-Azhar, Kairo, Mesir.

Ribuan orang Indonesia, sebagian adalah pelajar dan mahasiswa, kini masih berada di Yaman yang sedang dilanda konflik bersenjata antara pengikut Syiah dan Sunni. Bahkan, empat orang mahasiswa Indonesia yang tengah menunut ilmu di Perguruan Darul Hadits di Desa Damaj, Sa’adah, Yaman telah tewas. Dikhawatirkan korban tewas dari warga Indonesia akan bertambah karena belum ada tanda-tanda berakhirnya konflik. Apalagi, tidak ada data yang pasti mengenai jumlah warga Indonesia di Yaman, khususnya pelajar dan mahasiswa, sebab banyak di antara mereka tidak melaporkan diri ke KBRI. Ditambah lagi banyak dari pelajar dan mahasiswa yang menolak untuk kembali dalam waktu dekat ini ke tanah air dengan alasan masih dalam masa penyelesaian belajar. Maka, mari bersama-sama kita berdo`a untuk keselamatan mereka, “`Alaa haadzihinniyyah wa `alaa kulli niyyatin sholihah, Al-faatihah”.

Memang sejak Tanah Suci tidak lagi menjadi tempat memperdalam ilmu ke-Islaman mazhab Syafi`i di luar Indonesia, Yaman menjadi salah satu alternatif favorit, selain Mesir dan lain-lain. Salah satu alasan utama orang Indonesia belajar ke Yaman karena ulama yang menjadi pengajarnya berasal dari kalangan asyraf atau habaib yang memiliki kelimuan yang mendalam di semua disiplin ilmu ke-Islaman, bahkan tidak kalah alimnya dengan para syekh di Universitas Al-Azhar, Kairo, Mesir. Terlebih kiprah para alumni Yaman dari kalangan habaib ini sudah mereka lihat di Indonesia, khususnya di Betawi, dari keberadaan lembaga pendidikan yang mereka dirikan, yaitu madrasah Jamiat Kheir atau dari kiprah individunya, dari Habib Ali Kwitang (guru para ulama Betawi terkemuka) sampai Al-Habib Munzir bin Fuad Al-Musawa (Habib Munzir Al-Musawa) pemimpin Majelis Rasulullah SAW.

Para habib (habaib) di Indonesia disebut juga dengan Asyraf Hadhramaut. Ini merupakan gelar bagi orang-orang keturunan Rasulullah SAW dari jalur Al-Imam Al-Muhajir Ahmad bin Isa yang berada di Hadhramaut, Yaman. Silsilahnya adalah Al-Imam Al-Muhajir Ahmad bin Isa bin Muhammad bin Ali Al Uraidhy bin Al-Imam Ja`far Ash-Shadiq bin Al-Imam Muhammad Al-Baqir bin Al-Imam Zainal Abidin Ali bin Al-Imam Al-Husein bin Sayyidina Ali bin Abi Thalib Karamallaahu wajhahu (krw). Namun, banyak pihak yang berpendapat bahwa para habib atau Asyraf Hadhramaut bukan keturunan Rasulullah SAW, tetapi keturunan Ali bin Abi Thalib krw. karena silsilah itu mengikuti jalur bapak, bukan ibu (Siti Fatimah ra.). Pendapat atau teori ini benar, jika bukan untuk keturunan Sayyidina Ali bin Abi Thalib krw.. Dengan kata lain, pendapat atau teori ini tidak berlaku untuk para habaib karena ada hadits riwayat Imam Turmudzi dari Ya`la bin Murrah yang berkata bahwa Rasulullah saw. bersabda,” Husein dariku dan aku dari Husein, Allah mencintai orang yang mencintai Husein. Husein adalah cucu dari para cucu”.

Menurut Dr. Muhammad Hasan Al-Aydrus, pengajar sejarah di Universitas Uni Emirat Arab, Nama Al-Muhajir adalah gelar karena Al-Imam Ahmad bin Isa hijrah dari Bashrah setelah kota itu menghadapi serangan massal dari kaum Khawarij dan pemberontakan orang-orang yang berasal dari Afrika. Awalnya, ia memutuskan berangkat ke Hijaz dan menetap setahun di kota Madinah ketika kota Makkah menghadapi serangan orang-orang Qaramithah. Kemudian, ia melaksanakan haji dan thawaf mengelilingi ka`bah tanpa ada Hajar Aswad yang ketika itu telah dicabut oleh orang-orang Qaramithah dan dibawa ke Hijr sehingga tempat itu menjadi kosong. Lalu, ia memutuskan hijrah ke Hadhramaut, Yaman. Disana pun, ia menghadapi orang-orang Khawarij. Lambat laun, berkat kegigihannya dan anak cucunya, mazhab Syafi`i dapat menjadi mazhab yang dipeluk penduduk Hadhramaut. Setelah itu salah seorang cucunya, Muhammad Shohib Marbath, menyempurnakan perjalanannya dan menyebarkan mazhab Syafi`i di daerah Zhufar.

Para syarif Hadhramaut juga hijrah ke Afrika Timur, India dan Asia Tenggara untuk berdakwah. Kemudian sejarah mencatat bahwa peran mereka sangat penting dalam menyebarkan Islam di Indonesia, dari Sabang sampai Marauke, khususnya di tanah Betawi yang dibawa oleh qabilah Al-Alawiyin atau qabilah Ba`alawi, yaitu kelompok syarif dari keturunan Imam Alwi yang merupakan anak dari Ubaidillah. Dikisahkan bahwa Imam Al-Muhajir mempunyai empat orang putera, yaitu Ali, Al-Husein, Ubaidillah dan Muhammad. Ubaidillah hijrah bersama ayahnya ke Hadhramaut dan mendapat seorang anak, yaitu Imam Alwi.

Karena Qabilah Al-Alawiyin telah tersebar ke seluruh Indonesia dan untuk memperkuat tali ukhuwwah dan guna memelihara serta meningkatkan harkat dan martabat umat Islam di Indonesia, khususnya keluarga Alawiyin, melalui usaha-usaha sosial kemasyarakatan dan pendidikan serta da’wah Islamiyah melalui pembinaan akhlak karimah serta ukhuwah Islamiyah dalam persatuan berbangsa dan bernegara, maka dua bulan setelah peristiwa Sumpah Pemuda, beberapa tokoh Alawiyin menganjurkan kepada Pemerintah Belanda untuk mendirikan perkumpulan kaum Alawiyin yang bernama al – Rabithatoel  – Alawijah berdasarkan akte Notaris Mr. A.H. Van Ophuijsen No. 66 tanggal 16 Januari 1928 dan mendapat pengesahan dari pemerintah Belanda pada tanggal 27 Desember 1928 (1346 H), yang ditandatangani oleh GR. Erdbrink ( Sekretaris Pemerintah Belanda). Kini, Rabithah Alawiyah berkantor di Jalan TB. Simatupang No. 7A, Rt.10 Rw.03, Kelurahan Tanjung Barat, Kecamatan Jagakarsa, Jakarta Selatan. Bagi yang ingin mengetahui profil dan kiprah Rabithah Alawiyah dapat membacanya di situs: www.rabithah-alawiyah.org ***

Oleh: Rakhmad Zailani Kiki

Koordinator Pengkajian JIC

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here