ISLAM MEMBERI SOLUSI DI TENGAH PROYEK TERBENGKALAI

0
322
islam-memberi-solusi-di-tengah-proyek-terbengkalai

JIC– Banyak kita temui proyek-proyek yang terbengkalali, mangkrak, ada pula proyek yang tidak sesuai dengan standar kualitas yang memadai sehingga dampaknya merugikan pihak pengadaan proyek dan tentu masyarakat kalua proyek tersebut terkait dengan fasilitas umum, sarana dan prasarana. Contoh proyek gagal/terbengkalai yang sedang viral diberitakan adalah proyek pemasangan lampu di Medan yang menghabiskan anggaran puluhan miliar.

Proyek pemasangan 1.700 lampu di sejumlah ruas jalan Kota Medan, Sumatera Utara. Pemerintah Kota Medan pun resmi memutuskan poyek yang kerap disebut lampu pocong ini telah gagal, dan meminta pihak kontraktor untuk bertanggung jawab. Lampu berukuran sekitar 3 meter, berdiri di sisi jalan. Bagian lampu mirip layang-layang, sementara tiang penyangga terbuat dari semen yang sekilas mirip pocong. Lampu tersebut berjejer di kedua sisi jalan dan menghadap ke trotoar bagi pejalan kaki. Namun, di tempat yang sama juga tampak banyak lampu jalan lain yang mengitari lampu pocong tersebut. Penataan lampu juga terlihat tidak rapi dengan jarak antarlampu berbeda-beda, ada yang berjarak 5 meter, ada pula yang berjarak 10 meter. Proyek ini bernilai Rp 25,7 miliar dan Rp 21 miliar diantaranya sudah dibayarkan kepada pihak ketiga.

Bagaimana solusi syar’i bila terjadi kasus yang demikian?

Tinjauan Akad

Akad yang terjadi antara keduanya dapat menggunakan akad istishna’ pemesanan barang atau konstruksi yang belum ada barangnya ketika akad terjadi. Pembayaran dapat ditunda sampai selesai proyek, sebagian pada tahap awal dan sisanya pada akhir proyek. Proyek mangkrak dapat dianalogikan dengan barang yang cacat sehingga di sini berlaku pembahasan khiyar aib/khiyar tadlis yang merupakan hak pembeli atau penerima jasa.

Hak Khiyar bagi Pemilik Proyek

Dalam kasus ini, pihak pemiliki proyek memiliki hak khiyar (dapat memilih salah satu):

  1. Meneruskan transaksi tersebut tanpa kompensasi apapun dari pihak ketiga atau kontraktor.
  2. Mengembalikan barang atau proyek dan menarik kembali uang yang telah dibayar sepenuhnya, serta keuntungan jasa memakai barang dari waktu hingga barang dikembalikan kepada pihak ketiga tidak perlu dibayar. Diriwayatkan dari Aisyah bahwa seseorang laki-laki membeli budak, setelah budak tersebut ia pekerjakan selama beberapa waktu ternyata budak itu cacat. Pembeli mengembalikan budak tersebut kepada penjual serta meminta kembali uangnya. Penjual meminta biaya kompensasi selama budak digunakan oleh pembeli. Maka Rasulullah bersabda, “ia tidak berhak memintanya, karena jika budak itu mati tentu kerugian ditanggung oleh pembeli.” (HR Ibnu Majah. Hadits ini dihasankan oleh Syaikh Albani).
  1. Menahan barang serta meminta sebagian dari uang yang telah dibayar seukuran kekurangan nilai harga barang tersebut dikarenakan cacat. Uang ini disebut dengan Arsy. Ini merupakan pendapat madzhab Hambali.

Kebutuhan Pengawasan dan Pemeriksaan

Mengingat tindakan ini sangat merugikan masyarakat banyak (rakyat) sebagai pengguna akhir dari proyek tersebut atau pihak pemerintah selaku pihak yang mengadakan proses pengadaan barang, maka dibutuhkan kebijakan pemerintah daerah/pusat untuk membentuk yaitu (hisbah) badan pemeriksa yang bertugas memeriksa kecurangan-kecurangan yang dilakukan oleh pihak ketiga (kontraktor) seperti kecurangan dalam hal spek barang/bahan, bahan yang tidak sesuai dengan spek baik kualitas maupun kuantitas, tidak sesuai dengan Standard and Operating Procedure (SOP), memeriksa pula pihak internal (ASN) yang bertanggung jawab dalam proses pengadaan barang tersebut, serta menjatuhkan sanksi kepada pihak ketiga (kontraktor) yang tidak patuh atau pihak ASN yang lalai dalam menjalankan tugas tanggung jawabnya atau bahkan menerima suap dari kontraktor dalam proyek yang ditanganinya.

Hal ini pernah dicontohkan oleh Rasulullah dengan melakukan pemeriksaan di pasar Madinah. Suatu hari beliau melakukan pemeriksaan di pasar dan mendapati seorang pedagang yang menyembunyikan gandum yang rusak di tumpukan bawah. Maka beliau berkata, “Orang yang menipu bukan golonganku.”

Sanksi Ta’zir bagi Pihak Kontraktor yang Berlaku Curang

Tindakan beliau ini diikuti khalifah sesudah beliau, Umar. Umar selain mengangkat petugas selaku pengawas di pasar Madinah, juga melakukan pemeriksaan sendiri. Beliau mendapati seorang pedagang yang curang, yang mencampur susu dengan air untuk dijual. Beliau lantas mengambil susu yang telah dicampur dengan air, dan menumpahkannya. Umar pernah menghukum seseorang yang memalsukan stempel baitul mal dan berhasil menyita uang hasil penipuan tersebut. Beliau menghukum pemalsu stempel baitul mal dengan 100x cambuk salama berturut-turut 3 hari.

Penutup

Sebagai penutup, secara ringkas dari apa yang telah dipaparkan sebelumnya, Islam memberi solusi di tengah proyek yang ‘gagal’ diantaranya:

  1. Pihak pemilik proyek menerapkan pilihan dari ketiga hak khiyar yang telah disebutkan sebelumnya terhadap pihak ketiga ketiga (kontraktor) sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya;
  2. Melakukan proses pengawasan dan pemeriksanaan yang memadai sehingga praktik semacam ini tidak berulang dan merugikan keuangan negara; dan
  3. Memberi sanksi hukuman ta’zir (dikembalikan kepada waliyul amr) yang diharapkan dapat memberikan efek jera baik bagi pihak ketiga (kontraktor) yang melakukan kecurangan, maupun kepada anggota yang diberi tugas dan tanggung jawab dalam pengelolaan proyek bila terbukti melanggar dan merugikan kas negara.

Semoga bermanfaat. Barakallahu fiikum

*Ditulis oleh: Dr. Kautsar Riza Salman, SE., MSA., Ak., BKP., SAS., CA., CPA, beliau merupakan narasumber Radio Jakarta Islamic Centre, Associate Professor Universitas Hayam Wuruk Perbanas, Penulis Buku dan Peneliti Akuntansi Syariah, Pengurus Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) Jatim Bidang Akuntansi Syariah

 

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here