Kini, masjid dengan konsep ramah lingkungan juga tengah diterapkan di Indonesia, seperti masjid yang sedang dibangun oleh Alumni IPB di Kota Bogor. Sedangkan di kota-kota lainnya seperti di Ibukota Jakarta, masjid baru melakukan penghijauan (Go Green), belum sampai menjalankan konsep ramah lingkungan karena memang membutuhkan waktu dan biaya. Namun, masjid dan mushalla di Jakarta bisa memulainya walau belum dilakukan secara penuh, seperti membuat sumur biopori, mengurangi pemggunaan air tanah, mengganti atap masjid yang ramah lingkungan atau bagian-bagian lain yang dapat dilakukan. Yang penting, ada usaha untuk peduli lingkungan, daripada hanya berdiam diri dan menyaksikan setiap tahun masjid-masjid yang ada di Jakarta turut terendam banjir karena kesalahan kita yang tidak peduli dengan lingkungan.
Di Jakarta, hujan yang mengguyur dengan intensitas tinggi, walau hanya beberapa jam, selalu menimbulkan genangan air dan banjir di beberapa tempat. Khusus di Jakarta, masalah genangan air dan banjir bukan hanya karena sebab curah hujan saja, tapi minimal oleh disebabkan oleh empat hal, yaitu: Pertama, kiriman air yang besar yang datang dari daerah-daerah penyanggah; kedua, perilaku masyarakat yang mengotori dan merusak lingkungan; ketiga, aliran sungai, kali dan got yang tersumbat karena sampah dan edapan lumpur; dan keempat, dkarenakan penurunan tanah yang mengakibatkan tanah di beberapa tempat di Jakarta lebih rendah dari permukaan air laut, seperti di Jakarta Utara yang berada di pinggir pantai ketika laut pasang akan membanjiri tempat-tempat tersebut.
Sekian puluh tahun pemerintah DKI Jakarta mengupayakan penanganan genangan dan banjir ini dari pembangunan Banjir Kanal Timur (BKT) sampai upaya normalisasi sungai dan kali serta perbaikan drainase, namun genangan dan banjir belum juga teratasi. Upaya memang bukan dari pemerintah saja, tetapi masyarakat diharapkan dapat juga turut serta dengan turut menjaga kebersihan, yaitu tidak membuang sampah sembarangan apalagi ke sungai dan kali, membuat sumur resapan dan biopori serta menanam pohon untuk resapan air. Tanpa adanya peran serta masyarakat, upaya pemerintah DKI Jakarta, siapapun gubernurnya, tentu penangangan genangan air dan banjir akan sia-sia.
Hal ini juga yang ditangkap oleh Dewan Masjid Indonesia (DMI) Pusat dan DMI Provinsi DKI Jakarta yang pada peringatan Tahun Baru Islam 1 Muharram 1434H di Masjid Sunda Kelapa, Jakarta Pusat mencanangkan gerakan Mosque Go Green dengan kegiatan penghijauan 1000 masjid di seluruh Indonesia. Hadir pada acara tersebut mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla, Pejabat Kementerian Kehutanan yang menggantikan Menteri Kehutanan RI yang berhalangan hadir, Gubernur DKI Jakarta Jokowi dan Prof. Dr. Quraish Shihab, MA.
Aalasan DMI Pusat dan DMI Provinsi DKI Jakarta menjadikan masjid sebagai pusat penghijauan lingkan karena masjid de memiliki potensi cukup besar dalam menyelamatkan lingkungan Jakarta. Ditilik dari segi jumlah saja, masjid dan musholla di Jakarta sangat besar. Data yang dimiliki DMI Provinsi DKI Jakarta mencatat di seluruh wilayah DKI Jakarta jumlah masjid dan mushalla mencapai 8.796 buah, terdiri atas 3.148 masjid dan 5.648 musholla. Jika perkarangan atau halaman masjid dan mushalla tersebut dilakukan penghijauan, menjadi sumbangan yang amat berarti bagi penyelematan lingkungan Jakarta. Maka, Sudah waktunya masjid-masjid tersebut peduli dan tergerak untuk memperbaiki lingkungan seperti yang digagas dan dikampanyekan oleh Dewan Masjid Indonesia (DMI) dengan gerakan Mosque Go Green. Namun, untuk sekarang ini, gerakan masjid peduli lingkungan bukan hanya sekedar menanam pohon, membuat sumur biopori, mengurangi penggunaan air tanah, atau mendaur ulang air limbah dari masjid. Tetapi, juga merenovasi ulang bangunan masjid dan kelengkapannya agar ramah lingkungan.
Untuk bangunan masjid ramah lingkungan ini, kita harus belajar banyak kepada Trust, penggagas dan sponsor dari sebuah Masjid “eco” senilai 13 juta poundsterling di atas lahan seluas 0.4 hektar di Cambridge, Inggris. Masjid ”eco” ini menggunakan pemompa panas terkini, teknologi konservasi, dan atap hijau sehingga memiliki jejak karbon hampir nol. Masjid ini diterangi cahaya alami dari langit sepanjang tahun dengan suhu yang dioptimalkan hati-hati oleh pemanas dan pendingin menggunakan teknologi hemat lingkungan dan energi yang dihasilkan oleh pemompa panas dari dalam tanah. Desain keseluruhan masjid akan memperbesar taman komunitas yang sudah ada, menciptakan tepian hijau berpori di sekeliling bangunan dengan pepohonan serta menyediakan rak-rak sepeda di jalan dan lahan parkir di basemen. Tujuan membangun masjid ini tidak hanya membantu memperkuat dan memperlihatkan prinsip-prinsip eco Islam tapi juga membawa kaum Muslim kembali ke konstruksi indah yang lebih sederhana dan berkesan secara ekologi dari masjid pertama yang dibangun untuk Nabi Muhammad.
Kini, masjid dengan konsep ramah lingkungan juga tengah diterapkan di Indonesia, seperti masjid yang sedang dibangun oleh Alumni IPB di Kota Bogor. Sedangkan di kota-kota lainnya seperti di Ibukota Jakarta, masjid baru melakukan penghijauan (Go Green), belum sampai menjalankan konsep ramah lingkungan karena memang membutuhkan waktu dan biaya. Namun, masjid dan mushalla di Jakarta bisa memulainya walau belum dilakukan secara penuh, seperti membuat sumur biopori, mengurangi pemggunaan air tanah, mengganti atap masjid yang ramah lingkungan atau bagian-bagian lain yang dapat dilakukan. Yang penting, ada usaha untuk peduli lingkungan, daripada hanya berdiam diri dan menyaksikan setiap tahun masjid-masjid yang ada di Jakarta turut terendam banjir karena kesalahan kita yang tidak peduli dengan lingkungan. ***
Oleh: Rakhmad Zailani Kiki
Staf Seksi Pengkajian Bidang DIklat JIC