Diriwayatkan oleh Imam Tirmidzi dari sahabat Abu Hurairah ra., Rasulullah SAW bersabda, ”Akan muncul di akhir zaman orang-orang yang mencari keuntungan dunia dengan menjual agama. Mereka menunjukkan kepada orang lain pakaian yang dibuat dari pada kulit kambing (berpura-pura zuhud dari dunia) untuk mendapat simpati orang ramai, dan percakapan mereka lebih manis dari pada gula. Padahal qalbu mereka adalah qalbu serigala (mempunyai tujuan-tujuan yang jahat). Allah SWT berfirman kepada mereka,`Apakah kamu tertipu dengan kelembutan-Ku? Ataukah kamu terlampau berani berbohong kepada Ku? Demi kebesaran-Ku, Aku bersumpah akan menurunkan suatu fitnah yang akan terjadi di kalangan mereka sendiri sehingga orang yang alim pun akan menjadi bingung (dengan sebab fitnah itu).
”Diriwayatkan oleh Imam Tirmidzi dari sahabat Abu Hurairah ra., Rasulullah SAW bersabda, ”Akan muncul di akhir zaman orang-orang yang mencari keuntungan dunia dengan menjual agama. Mereka menunjukkan kepada orang lain pakaian yang dibuat dari pada kulit kambing (berpura-pura zuhud dari dunia) untuk mendapat simpati orang ramai, dan percakapan mereka lebih manis dari pada gula. Padahal qalbu mereka adalah qalbu serigala (mempunyai tujuan-tujuan yang jahat). Allah SWT berfirman kepada mereka,`Apakah kamu tertipu dengan kelembutan-Ku? Ataukah kamu terlampau berani berbohong kepada Ku? Demi kebesaran-Ku, Aku bersumpah akan menurunkan suatu fitnah yang akan terjadi di kalangan mereka sendiri sehingga orang yang alim pun akan menjadi bingung (dengan sebab fitnah itu).”
Hadits di atas merupakan salah satu hadits tentang peristiwa akhir zaman. Saya mengambilnya dari buku berjudul Empat Puluh Hadits Tentang Peristiwa Akhir Zaman yang disusun oleh Al-Fadhil Ustadz Abu Ali Al-Banjari An-Nadwi dan diterbitkan oleh Khazanah Banjariyah, Derang, Pokok Sena, Kedah Darul Aman, Malaysia pada tahun 1998.
Di dalam buku yang disusunnya, dengan sangat baik Ustadz Abu Ali Al-Banjari An-Nadwi menjelasakan tentang hadits tersebut bahwa golongan yang dimaksudkan di dalam hadits ini adalah orang-orang yang menjadikan agama sebagai alat untuk mendapat keuntungan dunia.
Mereka rela menjual agama untuk meraih keuntungan dunia. Dan, apabila kepentingan dunia dengan hukum syariat bertentangan, mereka berani mengubah hukum Allah dan memutarbalikan kenyataan. Mereka juga pandai mengemukakan deretan argumentasi yang terkesan menarik dan alasan-alasan yang memikat qalbu.
Padahal, sebenarnya ragam argumentasi dan alasan tersebut hanya semata-mata timbul dari kelicikan memutarbalikan kenyataan. Mereka menipu orang lain dan juga menipu diri mereka sendiri. Mereka akan dilanda kekusutan pemikiran yang sangat tajam sehingga orang alim yang banyak pengalaman pun ketika menghadapi mereka akan kebingungan. Mereka akan selalu menghadapi masalah-masalah yang pelik dan selalu menemui jalan buntu dalam menhadapi masalah-masalah tersebut.
Dari hadits tersebut dan penjelasannya, kita dapat mengkorelasikan dan mengkontestualisasikanya dengan kondisi kita di Indonesia. Saya mencoba menjelaskan, Rasulullah SAW sudah memberikan peringatan kepada umatnya, juga umatnya di Indonesia, dengan sebuah firasat kenabian tentang kehadiran satu golongan di akhir zaman, tentu di zaman kita sekarang ini, di Indonesia hari ini.
Golongan ini memiliki qalbu yang bukan qalbu manusia, tetapi qalbu serigala. Namun untuk mengecoh manusia, mereka berpenampilan santun dan relijius. Mereka juga bukan orang bodoh, mereka lulusan dari kampus-kampus Islam dari dalam negeri dan atau luar negeri yang menguasai ilmu-ilmu keislaman sehingga mereka dianggap ulama dan disapa dengan sapaan ustadz atau kiai.
Mereka duduk di posisi-posisi penting negeri ini, di eksekutif, legislatif bahkan yudikatif. Di depan publik dan di media massa, mereka mencitrakan diri sebagai orang alim yang zuhud yang hidup sederhana.
Tujuan pencitraan ini untuk mendapat simpatik dan dukungan masyarakat karena mereka dinilai memiliki sense of crisis yang tinggi, yaitu kepekaan atas kesulitan rakyat yang ditunjukkan dengan kemampuan berempati dan simpati kepada pihak-pihak yang kurang beruntung sehingga kekuasaan dan jabatan mereka tetap lestari.
Padahal, kenyataannya, mereka adalah para penumpuk harta dan kekayaan. Hartanya tersimpan dan dienvestasikan di mana-mana yang sebagian diperoleh dari hasil kejahatan, seperti korupsi, suap, manipulasi dan lainnya. Masyarakat awam tidak mengetahui bahwa mereka adalah serigala berwujud manusia alim.
Namun, orang-orang alim, para cerdik pandai yang kritis, mengetahui siapa mereka sebenarnya karena selama mereka duduk di legislatif, eksekutif atau yudikatif, mereka tidak nampak memperjuangan Islam. Padahal, dalam setiap pertemuan di ruang publik yang diekspos media massa, mereka selalu berkoar memperjuangan Islam, dan ini tentu saja membingungkan orang-orang alim, para cerdik pandai yang kritis itu.
Mereka menyangka bahwa kejahatan yang mereka lakukan dan hasil kejahatan yang mereka kumpulkan tidak akan diketahui, tersimpan sangat-sangat rapat. Tapi mereka lupa, jika Allah SWT mboten sare, Allah SWT tidak pernah tidur! Allah SWT mengetahui bahkan sampai ke lintasan keinginan qalbu yang sepersekian detik. Mereka, para pemilik qalbu serigala mempunyai makar, tapi Allah SWT adalah sebaik-baik pembuat makar!
Allah SWT menggunakan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) atau kepolisian untuk membongkar kejahatan mereka dan publik pun terperangah. Orang-orang alim pun mengucapkan istighfar sambil berkata,”Benarlah Rasulullah SAW tentang golongan ini. Inilah akhir zaman!”
Akhirulkalam, penjelasan saya di atas bukan ditujukan kepada siapa-siapa, tapi untuk kita semua. Bisa jadi kitalah pemilik qalbu serigala itu namun karena kesempatan belum datang, maka kita belum menjadi seperti mereka. Dan yang terpenting dari penjelasan tersebut bukan kisah mereka, tetapi mengetahui penyebab mengapa mereka memiliki qalbu serigala? Jika mengutip pendapat KH.Wahfiudin Sakam, SE, MBA, pencetus metode Qalbu Linguistic Programming (QLP) yang diformulasikan di Jakarta Islamic Centre (JIC), maka qalbu serigala terbentuk karena pemilik qalbu tidak pernah benar-benar membersihkan qalbunya dengan dzikir. Karena kotor, qalbunya tidak bersuara “Allah”, tetapi suara yang keluar adalah “harta, tahta,wanita, dunia; harta, tahta, wanita, dunia; harta, tahta, wanita, dunia; harta, tahta, wanita, dunia;…”.
Qalbu yang kotor kemudian membentuk paradigma pemiliknya dengan paradigma materialistik. Paradigma materialistik ini kemudian melahirkan paradigma sekularistik dan paradigma hedonistik. Padahal sebagian besar pemilik ketiga paradigma ini mengetahui adanya akhirat, tetapi tidak menjadi kesadaran yang melekat dalam diri mereka. Mereka terpesona dengan kehidupan di dunia seakan-akan kehidupan hanya kini, di sini, di bumi. Mereka menjadi orang-orang yang lalai (ghaflah) akan akhirat. Konsekuensinya, kejarlah semua yang diinginkan sekarang juga, di sini juga. Raih dan miliki, dapatkan dan ambil. Kuasai sekarang juga, di sini juga. Mumpung masih di bumi. Tak pelak, mereka pun berlomba-lomba mencari kenikmatan jasmaniah dan akhirnya menjadi rakus, padahal mereka adalah orang-orang pintar, sarjana yang menguasai ilmu keislaman. Semoga kita bukanlah mereka. Naudzubillah mindzalik. ***
Oleh: Rakhmad Zailani Kiki
Kepala Seksi Pengkajian JIC