Sudah terlalu banyak kekecewaan yang dirasakan oleh rakyat. Bahkan, hingga kini tak pernah ada janji yang terealisasi. Hanya pesta demokrasi dengan iming-iming mimpi yang tak pernah ada realisasinya. Rakyat pun kini menjadi cukup cerdas dalam menyikapi hal tersebut, buah dari pengalaman. Tak tanggung-tanggung, rakyat seperti enggan bahkan terlampau apatis dengan sikap pemerintah yang tak kunjung memihak kepada rakyat. Seakan hidup tanpa kepala, rakyat mengecap hidupnya sendiri.
Sudah terlalu banyak kekecewaan yang dirasakan oleh rakyat. Bahkan, hingga kini tak pernah ada janji yang terealisasi. Hanya pesta demokrasi dengan iming-iming mimpi yang tak pernah ada realisasinya. Rakyat pun kini menjadi cukup cerdas dalam menyikapi hal tersebut, buah dari pengalaman. Tak tanggung-tanggung, rakyat seperti enggan bahkan terlampau apatis dengan sikap pemerintah yang tak kunjung memihak kepada rakyat. Seakan hidup tanpa kepala, rakyat mengecap hidupnya sendiri.
Ironis bila kemerdekaan itu hanya terasa oleh segelintir orang di luar sana. Dengan ketimpangan dari kesenjangan sosial, membuat rakyat memilih untuk nekad. Putus asa dan melakukan semaunya. Bila pemerintah saja sudah tak mau mendengar suara rakyat, kepada siapa lagi rakyat harus mengadu? Bahkan ketika semua masalah berujung pada penegak hukum, polisi dan jaksa pun tak lagi bisa dipercaya.
Bukankah mereka yang berada di atas sana, sebagai wakil rakyat, dipilih oleh rakyat? Bila suara rakyat tak didengar lagi, lalu untuk apa mereka masih berada di atas sana? Suara siapa lagi yang mereka wakilkan? Ambisi kedudukan serta materi membuat semua rasa kemanusiaan mereka hilang tertelan keegoisan.
“Sesungguhnya hancurnya masyarakat sebelum kalian adalah lantaran bila ada seorang bangsawan (orang kuat) mencuri mereka biarkan, sedangkan bila orang lemah mencuri, mereka menegakkan hukum hudud atasnya. Demi Dzat yang jiwa Muhammad ada di dalam genggaman-Nya, kalau sekiranya Fathimah binti Muhammad saw. mencuri, pasti akan kupotong tangannya…” (Sahih Bukhari Juz 5/192).
Walaupun begitu, rakyat masih menunggu secercah harapan untuk bisa kembali memekikkan kata ‘MERDEKA’. Merdeka dari kemiskinan, merdeka dari kecurangan dan merdeka dari kebohongan. Bahwasanya, rakyat menginginkan adanya tindakan tegas guna tercipta ketahanan dan supremasi hukum yang bisa mewujudkan mimpi rakyat selama ini.
Sikap tegas dan tanpa pandang bulu dalam penegakan hukum hanya bisa dilakukan oleh pemimpin yang taqwa kepada Allah SWT. Sebab taqwa ini melahirkan sikap adil (QS. Al Maidah 8). Sikap adil itu diberlakukan tanpa pandang bulu walaupun kepada diri sendiri. Allah SWT berfirman :
“Wahai orang-orang yang beriman, jadilah kamu orang yang benar-benar penegak keadilan, menjadi saksi karena Allah biarpun terhadap dirimu sendiri atau ibu bapa dan kaum kerabatmu. jika ia kaya ataupun miskin, Maka Allah lebih tahu kemaslahatannya. Maka janganlah kamu mengikuti hawa nafsu karena ingin menyimpang dari kebenaran. dan jika kamu memutar balikkan (kata-kata) atau enggan menjadi saksi, maka sesungguhnya Allah Maha mengetahui segala apa yang kamu kerjakan.” (QS. An Nisa 135).
Karenanya, saat ini yang kita perlukan adalah adanya urgensi penegakan hukum sebelum rakyat mengambil tindakan. Kita mengetahui bahwa People Power lebih dahsyat ketimbang sebuah kepemimpinan. Jangan sampai uang melumpuhkan hukum di negara ini. Dan yang lebih parah lagi, negara dijadikan sebagai boneka atau sapi perah oleh para penguasa.
KUHP yang plesetannya adalah Kasih Uang Habis Perkara adalah kitab hukum warisan kolonial kafir Belanda. Mengamalkannya berarti meninggalkan pelaksanaan hukum hudud Allah SWT. Ditambah lagi aparat penegak hukumnya dari bawah sampai atas sangat rentan suap dan mudah dikendalikan mafia hukum. Bagaimana langit Indonesia bisa tegak? (Muhammad al Khaththath)
Suatu ketika Abdullah bin Rawahah r.a. ditugaskan oleh Rasulullah SAW mengambil hasil kebun-kebun Yahudi Khaibar yang seusai penaklukan Khaibar menjadi milik Baitul Mal dan kaum Yahudi masih diberi hak untuk memeliharanya dengan penghasilan dibagi dua antara mereka dengan negara. Para pimpinan Yahudi Khaibar mencoba menyuap pejabat Rasulullah saw. itu dengan sejumlah perhiasan para wanita mereka dengan meminta kompensasi agar prosentase bagian mereka ditinggikan. Namun Abdullah marah dan dengan tegas menolaknya bahwa sahabat Rasulullah saw. tidak memakan yang haram. Demi melihat ketegasan itu orang-orang Yahudi itu mengatakan: “Dengan pejabat seperti dia inilah langit tegak!”.