Prof. Dr. Muradi Al-Batawi, Guru Besar UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta dalam kegiatan Semiloka Pranata Kebudayaan Betawi di hari pertama, 3 Oktober 2012 bercerita tentang masa kecilnya. Di usia yang masih kanak-kanak, ketika ia duduk di depan pintu, orang tuanya menegur, ”Jangan duduk di depan pintu, itu namanya nggak tau adat!”. Waktu itu, ia belum memahami tentang makna nggak tau adat. Seiring perjalanan waktu dan menginjak dewasa, ia mengetahui juga bahwa adat adalah akhlak. Jadi, orang yang nggak tau adat artinya orang tersebut tidak berakhlak.
Di Betawi, adat istiadat utamanya bersumber dari ajaran Islam. Orang-orang Betawi juga dikenal sangat kuat memegang adat istiadatnya. Salah satu adat istiadat itu adalah maulid nabi yang melekat dalam siklus hidup orang Betawi. Bagi orang Betawi, maulid nabi bisa diadakan kapan saja dan di mana saja. Any time, Any where. Bahkan untuk berbagai kepentingan: Nujuh bulan, lahiran, akekahan, sunatan, pernikahan, sampai pindahan rumah.
Prof. Dr. Muradi Al-Batawi, Guru Besar UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta dalam kegiatan Semiloka Pranata Kebudayaan Betawi di hari pertama, 3 Oktober 2012 bercerita tentang masa kecilnya. Di usia yang masih kanak-kanak, ketika ia duduk di depan pintu, orang tuanya menegur, ”Jangan duduk di depan pintu, itu namanya nggak tau adat!”. Waktu itu, ia belum memahami tentang makna nggak tau adat. Seiring perjalanan waktu dan menginjak dewasa, ia mengetahui juga bahwa adat adalah akhlak. Jadi, orang yang nggak tau adat artinya orang tersebut tidak berakhlak.
Di Betawi, adat istiadat utamanya bersumber dari ajaran Islam. Orang-orang Betawi juga dikenal sangat kuat memegang adat istiadatnya. Salah satu adat istiadat itu adalah maulid nabi yang melekat dalam siklus hidup orang Betawi. Bagi orang Betawi, maulid nabi bisa diadakan kapan saja dan di mana saja. Any time, Any where. Bahkan untuk berbagai kepentingan: Nujuh bulan, lahiran, akekahan, sunatan, pernikahan, sampai pindahan rumah.
Namun, prosesi maulid nabai sebagai sebuah adat istiadat di Betawi supaya tidak punah, tentu perlu adanya pelestarian, penerapan, pemassalan, pengembangan dan pengawasan. Lalu, siapakah yang mempunyai kewenangan tersebut? Jika ada lembaga yang dianggap memiliki peran tersebut, yang dipertanyakan kemudian sekuat apa daya ikat peran lembaga tersebut bagi masyarakat Betawi? Jika tidak ada, dampaknya lebih buruk lagi. Adat istiadat Betawi seperti maulid nabi ini yang memiliki dampak positif dalam menjaga kereligusitasan dan akhlak orang Betawi di tengah gempuran dan inflitrasi budaya luar pelan tapi pasti akan musnah ditelan zaman.
Melihat kenyataan ini, Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Pemprov. DKI Jakarta memiliki perhatian bagi terbentuknya lembaga adat bagi etnik Betawi yang tugas utamanya melestarikan adat istiadat Betawi setelah sukses mengadakan Kongres Kebudayaan Betawi dari tanggal 5-7 Desember 2011. Agar Lembaga Adat Betawi dapat terwujud, dibentuklah satu tim pranata yang terdiri atas tujuh orang, yaitu: Dr. H. Margani M. Mustar; H. Tatang Hidayat, SH; Dr. Zeffry Alkatiri; Prof. Dr. Wahyu Wibowo; Dr. Tuti Tarwiyah, Drs. Yahya Andi Saputra, H. Rakhmad Zailani Kiki, S.Ag, MM; dan Zen Hae, SS.
Rumusan dari tim ini kemudian diajukan dalam acara Semiloka Pranata Kebudayaan Betawi yang dihadiri oleh tokoh-tokoh Betawi dari berbagai disiplin ilmu dan kepakaran yang akhirnya pada tanggal 4 Oktober 2012 melahirkan rekomendasi sebagai berikut, yaitu agar pranata kebudayaan Betawi segera diwujudkan dalam bentuk Lembaga Adat Betawi yang memilki tugas pokok mengelola adat istiadat Budaya Betawi dengan tiga fungsi, yaitu:dengan tiga fungsi utama, yaitu: Pertama, penerapan atau pemassalan; kedua, penelitian dan pengembangan; dan ketiga, pengawasan dan pengendalian.
Lembaga Adat Betawi menjadi bagian integral dari Badan Musyawarah Masyarakat Betawi (Bamus Betawi). Hal ini dikarenakan, Bamus Betawi merupakan organisasi yang menjadi wadah berhimpun ormas-ormas Betawi yang kini berjumlah 114 ormas yang memiliki fungsi di antaranya sebagai pengambil kebijakan tertinggi dalam masyarakat Betawi dan pelaksana dalam melakukan pemberdayaan masyarakat Betawi.
Hasil semiloka ini diserahkan kepada Bamus Betawi untuk ditindaklanjuti dan agar dapat disahkan pada Musyawarah Besar Bamus Betawi di awal tahun 2013 mendatang serta diserahkan kepada Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dan DPRD DKI Jakarta, untuk dipakai sebagai acuan dalam penyusunan dan penerbitan Peraturan Daerah tentang Pelestarian dan Pengembangan Budaya Betawi, sesuai dengan amanat undang-undang No. 29 tahun 2007.
Perjalanan menuju terbentuknya Lembaga Adat Betawi masih sangat panjang, Ibarat membangun rumah, tim perumus yang menghasilkan rekomendasi semiloka tersebut hanya memberikan “disain rumahnya” saja, sedangkan wujud rumah dan pengisian perabotan di dalamnya menjadi pekerjaan tokoh dan masyarakat Betawi yang tergabung di dalam Bamus Betawi, pemerintah dan DPRD DI Jakarta. Selain itu, peran dunia akademisi dan lembaga-lembaga kajian yang terkait juga sangat dibutuhkan. Contohnya adalah Jakarta Islamic Centre (JIC).
Sebagai lembaga pengkajian dan pengembangan Islam di Jakarta, JIC telah turut mengambil bagian dalam melestarikan dan mengembangkan adat istiadat Betawi sejak tahun 2005 sampai sekarang. Salah satu wujud kegiatanya adalah dengan menggelar Festival Maulid Nusantara (FMN) ke-7 yang pada tahun ini diselenggarakan di JIC dari tanggal 11 s/d 14 Oktober 2012. Di festival ini, kita akan menyaksikan keragaman prosesi maulid nabi dari daerah-daerah di nusantara.
Khusus prosesi maulid nabi dari Betawi, kita dapat menyaksikan kehebatan sebuah warisan ijtihad para ulama masa lalu yang mampu melakukan rekacipta kebudayaan yang menjadikan ajaran Islam sebagai sumbernya di sebuah kota besar yang multikultural, multi etnis, dan multi agama. Bahkan prosesi maulid nabi ini yang melekat dalam siklus hidup orang Betawi, sedikit banyak memberikan sumbangan terhadap watak dan sifat orang Betawi yang egaliter, demokratis, toleran dan siap menerima kekalahan. Maka, sudah sepatutnya warga Jakarta turut melestarikan adat istiadat orang Betawi, seperti prosesi maulid nabi ini dan menjadikan kebudayaan Betawi sebagai ideologi pembangunan kota Jakarta agar Jakarta tetap aman, damai dan sejahtera. ***
Oleh: Rakhmad Zailani Kiki
Koordinator Pengkajian JIC