AGAMA BAHA’I: UCAPAN SELAMAT HARI RAYA DARI MENTERI AGAMA, ANTARA POLEMIK ATAU ‘GIMIK’ SEMATA (2)

0
252
Seorang pengujung mempelajari profil Baha’u’llah, pembawa Agama Baha’i pada abad ke-19 di Taman Baha’i, Haifa, Israel. SUMBER GAMBAR,DAVID SILVERMAN/GETTY IMAGES

Apa itu agama Baha’i?

JIC,– Baha’i telah diteliti Kementerian Agama sebagai agama yang independen. Artinya bukan sempalan dari agama tertentu, sehingga umat Baha’i berhak atas pelayanan administrasi kependudukan dan catatan sipil.

Penelitian ini termuat dalam surat Sekretaris Jenderal Kementerian Agama bernomor SJ/B.VII/1/HM.00/ 675/2014 yang dikirim kepada Dirjen Kependudukan dan Catatan Sipil Kemendagri.

Namun, sejak surat diteken 24 Februari 2014, dampaknya belum terlihat banyak di lapangan, kata Sekretaris Kantor Humas dan Pemerintahan Baha’i Indonesia, Riaz Muzaffar. Kata dia, umat Baha’i saat ini masih menghadapi persoalan administrasi kependudukan dan pencatatan sipil.

Sejauh ini agama Baha’i ataupun agama minoritas lainnya, tak terakomodir secara eksplisit dalam kolom KTP. Pilihannya bagi mereka adalah memilih salah satu dari enam agama (Islam, Kristen Protestan, Katolik, Hindu, Buddha, dan Kong Hu Cu) atau dituliskan: “Penghayat Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa”.

“Jika mau menikah secara Baha’i juga tidak bisa dilayani, mulai dari tingkat RT sudah tidak bisa diurus suratnya. Di Dukcapil [Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil] juga tidak bisa mencatatkan akta pernikahan.

Peace Train Indonesia

SUMBER GAMBAR,DOKUMEN PEACE TRAIN INDONESIA.

Dalam program Peace Train Indonesia, para peserta dapat mengenalkan identitas masing-masing serta membagikan ajaran dan keunikan agamanya masing-masing.

“Akibatnya nanti bisa dicap kumpul kebo oleh lingkungan sekitar, padahal sudah menikah secara agama,” kata Riaz dalam pesan tertulis kepada BBC News Indonesia, Senin (02/08).

Kata Riaz, dalam pengurusan akta kelahiran juga begitu. Akta kelahiran anak Baha’i tak sepenuhnya bisa diterima oleh Dukcapil.

“Kecuali jika mau ditulis anak seorang ibu. Jadi nama bapak tidak tercantum. Bagi yang menolak nanti mau sekolah tidak bisa, karena tidak punya akta lahir.”

Baha’i dan agama minoritas lainnya juga tidak tercatat dalam Data Pokok Pendidikan (Dapodik). “Jadi, [anak] Baha’i mesti ikut salah satu agama yang ada. Dan kalau sekolah [negeri] menolak, anak Baha’i harus cari sekolah lain,” lanjut Riaz.

“Sampai terakhir kalau meninggal, mau dimakamkan pun akan ada masalah karena tidak tahu mau dimakamkan di TPU agama yang mana,” katanya.

Tak ada yang paling istimewa

Arief Hidayat

SUMBER GAMBAR,BBC INDONESIA

Ketua Mahkamah Konstitusi Arief Hidayat ketika membacakan putusan gugatan para penghayat kepercayaan di Mahkamah Konstitusi, Selasa (07/11)

Baha’i merupakan salah satu agama minoritas di Indonesia. Selain Baha’i, terdapat agama-agama lain yang berkembang juga di Indonesia, di antaranya Yahudi, Sikh, Zarasustrian, Shinto, dan Taoisme.

Sementara, berdasarkan catatan Kemendikbud terdapat 187 kelompok aliran kepercayaan yang tersebar di 13 provinsi Indonesia, seperti dikutip kompas.com yang masuk dalam arsip Kemendikbud.

Berdasarkan sensus Badan Pusat Statistik (BPS) 2010, jumlah pemeluk agama di luar enam agama pemeluk mayoritas, mencapai 299.617 jiwa atau sekitar 0,13% dari total penduduk Indonesia.

Sementara itu, proyeksi Global Religious Futures memperkirakan pada 2020, jumlah pemeluk agama minoritas dan aliran kepercayaan Indonesia akan mencapai 1.120.000 jiwa atau sekitar 0,42% dari total penduduk.

Prediksi Jumlah Pemeluk Agama di Indonesia. . .

Sejauh ini, Mahkamah Konstitusi melalui putusan-putusannya, menegaskan tentang kedudukan hukum yang sama antara agama dengan pemeluk minoritas dengan agama pemeluk mayoritas.

Pada 2010 lalu, dalam pertimbangannya, MK menegaskan UU PNPS tidak membatasi pengakuan atau perlindungan hanya terhadap enam agama, tetapi mengakui semua agama yang dianut oleh rakyat Indonesia. Putusan ini terkait dengan uji materi Undang Undang No.1/PNPS/1965 tentang Pencegahan Penyalahgunaan dan/atau Penodaan Agama.

“Jadi kalau ada orang yang mau menafsirkan [UU] PNPS sebagai sumber untuk mendiskriminasi pengakuan agama di luar yang enam, sudah dikunci oleh keputusan ini,” kata Ketua Yayasan Lembaga Hukum Indonesia (YLBHI), Asfinawati.

Bonokeling

SUMBER GAMBAR,ULET IFANSASTI/GETTY IMAGES

Salah satu penghayat kepercayaan, masyarakat Bonokeling di Banyumas, Jawa Tengah

Dalam putusan lainnya, MK menyatakan penganut aliran kepercayaan memiliki kedudukan hukum yang sama dengan pemeluk enam agama yang telah diakui oleh pemerintah dalam memperoleh hak terkait administrasi kependudukan. Dalam hal ini, MK mengabulkan uji materi sejumlah pasal UU No. 23/2006 tentang Administrasi Kependudukan.

“Jadi kalau ada cabang kekuasaan negara, ada pengadilan, ada DPR, dari pemerintah yang tidak mengakui ini, dia melanggar putusan MK,” tambah Asfin.

Dari dua pertimbangan MK ini, menurut Asfinawati sudah tak relevan lagi menyebut adanya ‘enam agama yang diakui pemerintah’.

“Jadi sebetulnya pengakuan enam agama, yang banyak beredar di pemahaman masyarakat, termasuk pejabat publik itu sebenarnya mitos,” katanya.

line
Sumber : bbcindonesia.com

 

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here