Memperingati hari Pendidikan Nasional yang jatuh pada tanggal 2 Mei adalah memperingati kelahiran seorang tokoh pendidikan nasional, Soewardi Soerjaningrat yang dikenal dengan nama Ki Hadjar Dewantara, pendiri Taman Siswa. Namun selain dirinya, kita pun perlu memperingati peran para tokoh pendidik lainnya yang kiprahnya sangat berjasa bagi kemajuan pendidikan bangsa ini.
Di Betawi, salah seorang yang memiliki jasa besar kepada masyarakat di bidang pendidikan adalah KH.Hasbiyallah (namanya sering ditulis dengan Hasbiallah atau Hasbialloh). Ia adalah pendiri Lembaga Pendidikan Islam Al-Wathoniyah yang berbasis di Klender, Jakarta Timur. Kini Al-Wathoniyah telah memiliki 60-an cabang yang tersebar di DKI Jakarta atau di luar Jakarta yang didirikan dan atau dipimpin oleh kerabat dan atau murid-muridnya.
Memperingati hari Pendidikan Nasional yang jatuh pada tanggal 2 Mei adalah memperingati kelahiran seorang tokoh pendidikan nasional, Soewardi Soerjaningrat yang dikenal dengan nama Ki Hadjar Dewantara, pendiri Taman Siswa. Namun selain dirinya, kita pun perlu memperingati peran para tokoh pendidik lainnya yang kiprahnya sangat berjasa bagi kemajuan pendidikan bangsa ini.
Di Betawi, salah seorang yang memiliki jasa besar kepada masyarakat di bidang pendidikan adalah KH.Hasbiyallah (namanya sering ditulis dengan Hasbiallah atau Hasbialloh). Ia adalah pendiri Lembaga Pendidikan Islam Al-Wathoniyah yang berbasis di Klender, Jakarta Timur. Kini Al-Wathoniyah telah memiliki 60-an cabang yang tersebar di DKI Jakarta atau di luar Jakarta yang didirikan dan atau dipimpin oleh kerabat dan atau murid-muridnya.
Nama lengkapnya adalah KH. Hasbiyallah bin H. Mu`allim Ghayar bin H. Abdurrahim bin Ali Basa bin Jamaluddin. Mengenai tanggal kelahirannya, tidak ada keterangan yang pasti. Begitu pula dengan tahun kelahirannya, Ada data yang menyatakan tahun 1913 namun ada pula data yang menyatakan tahun 1914. Memang umum orang-orang tua Betawi di masa itu tidak mementingkan tanggal dan bulan kelaihran anaknya. Biasanya, mereka mengingat kelahiran anaknya dengan peristiwa yang terjadi saat itu.
Ia merupakan anak kedua dari delapan bersaudara dari pasangan Mu`allim Ghayar (KH. Anwar) dan Hj. Mamnin binti Ja`man bin Supariman. Ia wafat pada tanggal 24 Rabiul Tsani 1403 H, bertepatan dengan tanggal 18 Februari 1982M pada usia sekitar 78 tahun. Ia dimakamkan di kompleks pemakaman keluarga yang berada tepat di depan masjid Al-Makmur, Klender, Jakarta Timur..
Untuk pendidikan di masa kecil, ia didik oleh bapaknya sendiri. Namun karena kesibukan bapaknya, ia kemudian diserahkan kepada Guru Marzuqi Cipinang Muara untuk meneruskan pendidikannya, memperdalam kitab-kitab kuning sampai Guru Marzuqi wafat pada tahun 1934.
Kemudian ia melanjutkan pendidikannya ke Pondok Pesantren Buntet, Cirebon yang diasuh ulama kharismatik, KH. Abbas. Kepada KH. Abbas, ia mempelajari qiraat sab`ah. Selain itu, ia juga mengaji kepada Guru Muhammad Thohir Cipinang Muara (menantu Guru Marzuki), Guru Khalid Gondangdia, Guru Madjid Pekojan, dan Guru Barah. Kemudian, ia menyusul kakaknya KH. Hasbullah untuk meneruskan pendidikannya ke Makkah. KH. Hasbullah merupakan teman karib dari KH. Noer Alie. Mereka berdua bersama-sama pergi ke Makkah, sebagaimana yang tertera dalam buku biografi yang berjudul KH. Noer Alie Kemandirian Ulama Pejuang. Mengenai tanggal, bulan, dan tahun berangkat KH. Hasbiyallah ke Makkah belum diketahui ahli waris secara persis, sebagaimana yang disampaikan H. Habibullah Hasbiyallah pada wawancara saya via telepon tanggal 28 Agustus 2009.
Di Makkah, ia mengaji kepada ulama terkemuka diantaranya adalah Syekh Ali Al-Maliki, Sayyid Alwi bin Abbas Al-Maliki, Syekh Muhammad Habibullah As-Sanqithi, Syekh Muhammad Amin Kutbi, Syekh Umar Hamdan, Syekh Hasan AL-Masysyath, Syekh Ali Al-Yamani, Syekh Zakariya Bila, Syekh Ahmad Fathoni, dan Syekh Umar At-Turki.
Ia bukan saja sosok ulama yang hanya berkutat pada kitab, tetapi sosok yang peduli kepada persoalan masyarakat dan bangsanya. Saat terjadi agresi militer Belanda Kedua, bersama dengan dua rekannya yang lain, H. Darip dan KH. Achmad Mursyidi, ia turut berjuang di fron terdepan dan dikenal sebagai âtiga serangkaiâ dari Klender. Ia juga dikenal sebagai ulama yang teguh pada pendapat dan pendiriannya walau harus bertentangan dengan rekan-rekannya sesama ulama dan seorang ulama yang nasionalis, seperti penolakannya bersama Habib Salim bin Djindan terhadap Putusan Muktamar Alim Ulama di Palembang tanggal 10 Nopember 1957 tentang persoalan pengharaman Kabinet Gotong Royong.
Selain itu, ia dikenal sebagai tokoh pendidikan. Ia mendirikan majelis taklim dan perguruan Al-Wathoniyah yang sekarang telah memiliki 60-an cabang yang didirikan dan atau dipimpin oleh kerabat dan atau murid-muridnya yang tersebar di Jakarta dan di luar Jakarta. Ia juga memiliki banyak karya tulis, salah satunya berjudul Risalah Kaifiyah Sembahyang Tarawih dan Sholat Al-`Aidain. Karya tulis lainnya belum sempat dipublikasikan dan kini masih tersimpan di ahli waris. Dikarenakan keluasan dan kedalaman ilmunya, ia kerap menjadi tempat ulama meminta pendapat dan mentashihkan karya tulisnya. Seperti KH. Abdurrahman Nawi (pendiri dan pimpinan Perguruan Al-Awwabin) yang meminta kepada KH. Hasbiyallah untuk mentashhih risalah karangannya yang berjudul Manasik Haji.
Murid-muridnya yang menjadi ulama Betawi terkemuka antara lain Syekh KH. Muhadjirin Amsar Ad-Dary, Mu`allim Rasyid (Ar-Rasyidiyyah), dan Drs. KH. A.Shodri HM, pendiri dan pimpinan Yayasan Al-Wathoniyah Asshodriyah 9 Jakarta, Ketua Umum FUHAB dan kini menjabat sebagai Kepala Lembaga Jakarta Islamic Centre (JIC). Murid terkemuka lainnya adalah Kyai R Halim Saleh, seorang tunanetra dan guru para tunatetra, yang menjadi pendiri dan pimpinan Pesantren Raudhatul Makfufin yang dikhususkan untuk tuna netra muslim belajar agama Islam. ***
Oleh: Rakhmad Zailani Kiki
Kepala Seksi Pengkajian JIC
Hari minggu besok tanggal 1 maret 2015 pukul 09.00 akan diadakan haul KH. HASBIYALLAH di komplek al wathoniyah pusat